SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI

blog ini bebas buat siapa aja yang mau bergabung, boleh cewek angkatan 70an, ataupun para perjaka.
masuk aja dari bawah ini.

Kamis, 10 Mei 2012

PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA (PSDM) A. PENGERTIAN PERENCANAAN SDM Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya. Andrew E. Sikula (1981;145) mengemukakan bahwa: “Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan sebagai proses menentukan kebutuhan tenaga kerja dan berarti mempertemukan kebutuhan tersebut agar pelaksanaannya berinteraksi dengan rencana organisasi”. George Milkovich dan Paul C. Nystrom (Dale Yoder, 1981:173) mendefinisikan bahwa: “Perencanaan tenaga kerja adalah proses peramalan, pengembangan, pengimplementasian dan pengontrolan yang menjamin perusahaan mempunyai kesesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara benar, waktu yang tepat, yang secara otomatis lebih bermanfaat”. Perencanaan SDM merupakan proses analisis dan identifikasi tersedianya kebutuhan akan sumber daya manusia sehingga organisasi tersebut dapat mencapai tujuannya. 1. Kepentingan Perencanaan SDM Ada tiga kepentingan dalam perencanaan sumber daya manusia (SDM), yaitu: Kepentingan Individu. Kepentingan Organisasi. Kepentingan Nasional. 2. Komponen-komponen Perencanaan SDM Terdapat beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan SDM, yaitu: ~Tujuan Perencanaan SDM harus mempunyai tujuan yang berdasarkan kepentingan individu, organisasi dan kepentingan nasional. Tujuan perencanaan SDM adalah menghubungkan SDM yang ada untuk kebutuhan perusahaan pada masa yang akan datang untuk menghindari mismanajemen dan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas. ~Perencanaan Organisasi Perencanaan Organisasi merupakan aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mengadakan perubahan yang positif bagi perkembangan organisasi. Peramalan SDM dipengaruhi secara drastis oleh tingkat produksi. Tingkat produksi dari perusahaan penyedia (suplier) maupun pesaing dapat juga berpengaruh. Meramalkan SDM, perlu memperhitungkan perubahan teknologi, kondisi permintaan dan penawaran, dan perencanaan karir. Kesimpulannya, PSDM memberikan petunjuk masa depan, menentukan dimana tenaga kerja diperoleh, kapan tenaga kerja dibutuhkan, dan pelatihan dan pengembangan jenis apa yang harus dimiliki tenaga kerja. Melalui rencana suksesi, jenjang karier tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan perorangan yang konsisten dengan kebutuhan suatu organisasi. Syarat – syarat perencanaan SDM Harus mengetahui secara jelas masalah yang akan direncanakannya. Harus mampu mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang SDM. Harus mempunyai pengalaman luas tentang job analysis, organisasi dan situasi persediaan SDM. Harus mampu membaca situasi SDM masa kini dan masa mendatang. Mampu memperkirakan peningkatan SDM dan teknologi masa depan. Mengetahui secara luas peraturan dan kebijaksanaan perburuhan pemerintah. 3. Proses perencanaan SDM Strategi SDM adalah alat yang digunakan untuk membantu organisasi untuk mengantisipasi dan mengatur penawaran dan permintaan SDM. Strategi SDM ini memberikan arah secara keseluruhan mengenai bagaimana kegiatan SDM akan dikembangkan dan dikelola. Pengembangan rencana SDM merupakan rencana jangka panjang. Contohnya, dalam perencanaan SDM suatu organisasi harus mempertimbangkan alokasi orang-orang pada tugasnya untuk jangka panjang tidak hanya enam bulan kedepan atau hanya untuk tahun kedepan. Alokasi ini membutuhkan pengetahuan untuk dapat meramal kemungkinan apa yang akan terjadi kelak seperti perluasan, pengurangan pengoperasian, dan perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi organisasi tersebut. Prosedur perencanaan SDM Menetapkan secara jelas kualitas dan kuantitas SDM yang dibutuhkan. Mengumpulkan data dan informasi tentang SDM. Mengelompokkan data dan informasi serta menganalisisnya. Menetapkan beberapa alternative. Memilih yang terbaik dari alternative yang ada menjadi rencana. Menginformasikan rencana kepada para karyawan untuk direalisasikan. Metode PSDM ,dikenal atas metode nonilmiah dan metode ilmiah. Metode nonilmiah diartikan bahwa perencanaan SDM hanya didasarkan atas pengalaman, imajinasi, dan perkiraan-perkiraan dari perencanaanya saja. Rencana SDM semacam ini risikonya cukup besar, misalnya kualitas dan kuantitas tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Akibatnya timbul mismanajemen dan pemborosan yang merugikan perusahaan. Metode ilmiah diartikan bahwa PSDM dilakukan berdasarkan atas hasil analisis dari data, informasi, dan peramalan (forecasting) dari perencananya. Rencana SDM semacam ini risikonya relative kecil karena segala sesuatunya telah diperhitungkan terlebih dahulu. 4. Pengevaluasian Rencana SDM Jika perencanaan SDM dilakukan dengan baik, akan diperoleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut: Manajemen puncak memiliki pandangan yang lebih baik terhadap dimensi SDM atau terhadap keputusan-keputusan bisnisnya. Biaya SDM menjadi lebih kecil karena manajemen dapat mengantisipasi ketidakseimbangan sebelum terjadi hal-hal yang dibayangkan sebelumnya yang lebih besar biayanya. Tersedianya lebih banyak waktu untuk menempatkan yang berbakat karena kebutuhan dapat diantisipasi dan diketahui sebelum jumlah tenaga kerja yang sebenarnya dibutuhkan. Adanya kesempatan yang lebih baik untuk melibatkan wanita dan golongan minoritas didalam rencana masa yang akan datang. Pengembangan para manajer dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Kendala-kendala PSDM 1. Standar kemampuan SDM Standar kemampuan SDM yang pasti belum ada, akibatnya informasi kemampuan SDM hanya berdasarkan ramalan-ramalan (prediksi) saja yang sifatnya subjektif. Hal ini menjadi kendala yang serius dalam PSDM untuk menghitung potensi SDM secara pasti. 2. Manusia (SDM) Mahluk Hidup Manusia sebagai mahluk hidup tidak dapat dikuasai sepenuhnya seperti mesin. Hal ini menjadi kendala PSDM, karena itu sulit memperhitungkan segala sesuatunya dalam rencana. Misalnya, ia mampu tapi kurang mau melepaskan kemampuannya. 3. Situasi SDM Persediaan, mutu, dan penyebaran penduduk yang kurang mendukung kebutuhan SDM perusahaan. Hal ini menjadi kendala proses PSDM yang baik dan benar. 4. Kebijaksanaan Perburuhan Pemerintah Kebijaksanaan perburuhan pemerintah, seperti kompensasi, jenis kelamin, WNA, dan kendala lain dalam PSDM untuk membuat rencana yang baik dan tepat. B. PERAMALAN Peramalan (forecasting) menggunakan informasi masa lalu dan saat ini untuk mengidentifikasi kondisi masa depan yang diharapkan. Proyeksi untuk masa yang akan datang tentu saja ada unsur ketidaktepatan. Basanya orang yang berpengalaman mampu meramal cukup akurat terhadap benefit organisasi dalam rencana jangka panjang. Pendekatan-pendekatan untuk meramal SDM dapat dimulai dari perkiraan terbaik dari para manajer sampai pada simulasi komputer yang rumit. Asumsi yang sederhana mungkin cukup untuk jarak tertentu, tetapi jarak yang rumit akan diperlukan untuk yang lain. Jangka waktu peramalan Peramalan SDM harus dilakukan melalui tiga tahap: perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang. Peramalan terhadap kebutuhan SDM (permintaan) Penekanan utama dari peramalan SDM saat ini adalah meramalkan kebutuhan SDM organisasi atau permintaan kebutuhan akan SDM. Ramalan permintaan dapat berupa penilaian subjektif atau matematis. Metode meramalkan permintaan, yaitu: 1. Metode penilaian terdiri dari: a. Estimasi dapat top down atau bottom up, tetapi pada dasarnya yang berkepentingan ditanya “Berapa orang yang akan anda butuhkan tahun depan?” b. Rules of thumb mempercayakan pedoman umum diterapkan pada situasi khusus dalam organisasi . Contoh; pedoman “one operations managers per five reporting supervisors” membantu dan meramalkan jumlah supervisor yang dibutuhkan dalam suatu divisi. Bagaimanapun, hal ini penting untuk menyesuaikan pedoman untuk mengetahui kebutuhan departemen yang sangat bervariasi. Teknik Delphi menggunakan input dari kelompok pakar. Opini pakar dicari dengan menggunakan kuesioner terpisah dalam situasi diramalkan. Opini pakar kemudian digabungkan dan dikembalikan kepada para pakar untuk opini tanpa nama yang kedua. Proses ini akana berlangsung beberapa pakar hingga pakar pada umumnya asetuju pada satu penilaian. Sebagai contoh, pendekatan ini telah digunakan untuk meramalakan pengaruh teknologi pada Manajemen SDM dan kebutuhan perekrutan staff. Teknik kelompok Nominal, tidak seperti Delphi, membutuhkan pakar untuk bertemu secara langsung. Gagasan mereka biasanya timbul secara bebas pada saat pertama kali, didiskusikan sebagai kelompok dan kemudian disusun senagai laporan. 2. Metode Matematika, terdiri dari: A. Analisis Regresi Statistik membuat perbandingan statistik dari hubungan masa lampau diantara berbagai faktor. Sebagai contoh, hubungan secara statistik antara penjualan kotor dan jumlah karyawan dalam rantai retail mungkin berguna dalam meramalkan sejumlah karyawan yang akan dibutuhkan jika penjualan retail meningkat 30 %. B. Meode Simulasi merupakan gambaran situasi nyata dalam bentuk abstrak sebagai contoh, model ekonometri meramalkan pertumbuhan dalam pemakaian software akan mengarahkan dalam meramalkan kebutuhan pengembangan software. C. Rasio Produktivitas menghitung rata-rata jumlah unit yang diproduksi perkaryawan. Rata-rata ini diaplikasikan untuk ramalan penjualan untuk menentukan jumlah karyawan yang dibutuhkan, sebagai contoh, suatu perusahaan dapat meramalkan jumlah penjualan representative menggunakan rasio ini. D. Rasio jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dapat digunakan untuk meramalkan tenaga kerja tak langsung. Sebagai contoh, jika perusahaan biasanya menggunakan satu orang klerikal untuk 25 tenaga kerja produksi, yang rasio dapat digunakan untuk membantu estimasi untuk tenaga klerikal. C. ESTIMASI PERSEDIAAN/SUPPLY SDM INTERNAL DAN EKSTERNAL Kalau sudah ada proyeksi permintaan HR dimasa yang akan datang, masalah berikutnya adalah bagaimana mengisi kebutuhan tersebut. Ada dua sumber persediaan SDM : internal dan eksternal. Persediaan/supply internal bisa berasal dari karyawan yang telah ada yang dapat dipromosikan, ditransfer, atau didemosi untuk mengisi lowongan. Supply eksternal berasal dari luar atau mereka yang tidak sedang bekerja di organisasi tersebut dan siap direkrut oleh organisasi/perusahaan. 1. PENILAIAN INTERNAL TERHADAP KETENAGAKERJAAN ORGANISASI Bagian dari perencanaan sumber daya manusia adalah menganalisis pekerjaan yang perlu dilakukan dan keahlian yang terdapat pada seseorang untuk melakukan suatu tugas. Kebutuhan organisasi harus di bandingkan dengan penyediaan tenaga kerja yang ada. Tidak hanya sekedar menghitung jumlah karyawan. Harus dilakukan audit tenaga kerja yang sudah ada untuk mengetahui kemampuan pekerja yang ada. Informasi ini menjadi dasar estimasi tentatif mengenai lowongan-lowongan yang dapat diisi oleh karyawan yang ada. Penugasan tentatif ini biasanya dicatat di”Replacement Chart”. Chart ini merupakan representasi visual menyangkut SIAPA yang akan menggantikan SIAPA jika terjadi pergantian. Namun karena informasinya yang terbatas maka perlu juga dilengkapi dengan “Replacement Summaries”. Mempertimbangkan karyawan-karyawan yang sudah ada untuk lowongan di masa yang akan datang adalah penting jika karyawan diproyeksikan memiliki karir yang panjang. Audit and Replacement Chart juga penting bagi HRD. Dengan pengetahuan akan karyawan yang lebih banyak, HRD dapat merencanakan recruiting, training, dan career planning secara lebih efektif. Pengetahuan ini juga dapat membantu HRD untuk memenuhi AAP dengan mengidentifikasi calon-calon minoritas interen untuk lowongan-lowongan tertentu. Berikut adalah pertanyaan yang di berikan selama penilaian internal: 1. Pekerjaan apa yang ada pada saat ini ? 2. Berapa banyak orang yang mengerjakan setiap tugas ? 3. Apa hubungan laporan di antara tugas-tugas tersebut ? 4. Berapa pentingnya masing-masing tugas tersebut ? 5. Pekerjaan manakah yang membutuhkan penerapan strategi organisasi ? 6. Apa saja karakteristik dari pekerjaan yang di harapkan ? Metode-metode yang digunakan untuk mengestimasi/menilai supply SDM internal yaitu: 1.1. Auditing Pekerjaan dan Keahlian Tahap permulaan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan yang ada didalam suatu perusahaan adalah mengaudit pekerjaan yang sedang dilakukan organisasi pada saat ini. Penilaian internal ini menolong menempatkan kedudukan suatu organisasi dalam mengembangkan atau memantapkan keunggulan kompetitif. Analisis yang komprehensif dari semua pekerjaan saat ini memberikan dasar untuk mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Audit SDM merupakan tindak lanjut dari realisasi perencanaan-perencanaan yang telah dilakukan. Kepentingan audit bagi perusahaan Untuk mengetahui prestasi karyawan. Untuk mengetahui besarnya kompensasi karyawan yang bersangkutan. Untuk mengetahui kreativitas dan perilaku karyawan. Untuk menetapkan apakah karyawan perlu dimutasi (vertical-horizontal) dan atau diberhentikan. Untuk mengetahui apakah karyawan itu dapat bekerja sama dengan karyawan lainya. Kepentingan audit bagi SDM Untuk memenuhi kepuasan ego manusia yang selalu ingin diperhatikan dan mendapat nilai/pujian dari hasil kerjanya. Karyawan ingin mangetahui apakah prestasi kerjanya lebih baik dari pada karyawan lainya. Untuk kepentingan jasa dan promosinya. Mengakrabkan hubungan para karyawan dengan pimpinannya Tujuan audit SDM Untuk mengetahui apakah pelaksanaan dan hasil kerja karyawan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui apakah semua karyawan dapat menyelesaikan job description-nya dengan baik dan tepat waktu. Sebagai pedoman menentukan besarnya balas jasa kepada setiap karyawan. Sebagai dasar pertimbangan pemberian pujian dan atau hukuman kepada setiap karyawan. Sebagai dasar pertimbangan pelaksanaan mutasi vertical (promosi atau demosi), horizontal, dan atau alih tugas bagi karyawan. Untuk memotivasi peningkatan semangat kerja, prestasi kerja, dan kedisiplian karyawan. 1.2. Inventarisasi Kemampuan Organisasi Sumber dasar dari data tenaga kerja adalah data Sumber Daya Manusia pada organisasi. Perencana dapat menggunakan inventarisasi ini untuk menentukan kebutuhan jangka panjang untuk perekrutan, penyeleksian dan pengembangan sumber daya manusia. Juga informasi tersebut dapat menjadi dasar untuk menentukan kemampuan tambahan yang diperlukan tenaga kerja masa mendatang yang mungkin belum diperlukan pada saat ini Komponen Inventarisasi Kemampuan Organisasi sering kali terdiri dari: a. Demografi tenaga kerja secara individu ( umur, masa kerja di organisasi, masa kerja pada jenis tugas yang sekarang). Kemajuan karier secara individu penanggung tugas, waktu yang diperlukan untuk setiap jenis tugas, promosi atau perbahan ke tugas lain, tingkat upah). Data kinerja secara individu ( penyerlesaian pekerjaan, perkembangan pada keahliannya) Ketiga informasi diatas dapat diperluas meliputi: Pendidikan dan pelatihan Mobilitas dan letak geografis yang diinginkan Bakat, kemampuan dan keinginan yang spesifik Bidang yang diminati dan tingkat promosi didalam perusahaan Tingkat kemampuan untuk promosi Pensiun yang diharapkan Informasi yang telah diperoleh dari hasil Audit SDM dan inventarisasi kemampuan organisasi SDM diatas lalu dikonversikan ke dalam: • Sistem Informasi SDM (SISDM) SISDM adalah sistem integrasi yang dirancang untuk menyediakan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan SDM. 1. Tujuan SISDM Meningkatkan efisiensi data tenaga kerja dimana SDM dikumpulkan Lebih Strategis dan berhubungan dengan perencanaan SDM. 2. Kegunaan SISDM SISDM mempunyai banyak kegunaan dalam suatu organisasi. Yang paling dasar adalah otomatisasi dari pembayaran upah dan kegaiatan benefit. Dengan SISDM , pencatatan waktu tenaga kerja dimasukan kedalam system, dan dimodifikasi disesuaikan pada setiap individual. Kegunaan umum yang lain dari SISDM adalah kesetaraan kesempatan bekerja. Untuk merancang SISDM yang efektif, para ahli menyarankan untuk menilainya dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai data yang akan diperlukan seperti: 1. Informasi apa yang tersedia, dan informasi apa yang dibutuhkan tentang orang-orang dalam organisasi? 2. Untuk tujuan apa informasi tersebut akan diberikan? 3. Pada format yang bagaimana seharusnya output untuk penyesuaian dengan data perusahaan lain? 4. Siapa yang membutuhkan informasi 5. Kapan dan seberapa seringnya informasi dibutuhkan? • Succesion Planning Merupakan proses HR planner dan operating managers gunakan untuk mengkonversi informasi mengenai karyawan-karyawan yang ada sekarang kedalam keputusan-keputusan menyangkut “internal job placements” dimasa yang akan datang. 2. ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL Analisis lingkungan merupakan proses penelitian terhadap lingkungan organisasi untuk menentukan kesempatan atau ancaman. Hasil analisis akan mempengaruhi rencana SDM karena setiap organisasi akan masuk pada pasar tenaga kerja yang sama yang memasok, juga perusahaan lain. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pasokan tenaga kerja antara lain: Pengaruh pemerintah Kondisi perekonomian Masalah kependudukan dan persaingan komposisi tenaga kerja dan pola kerja D. SEBAB-SEBAB PERMINTAAN SDM 1. Faktor internal sebagai sebab permintaan SDM Faktor internal adalah kondisi persiapan dan kesiapan SDM sebuah organisasi/perusahaan dalam melakukan operasional bisnis pada masa sekarang dan untuk mengantisipasi perkembangannya dimasa depan. Dengan kata lain faktor internal adalah alasan permintaan SDM, yang bersumber dari kekurangan SDM didalam organisasi/perusahaan yang melaksanakan bisnisnya, yang menyebabkan diperlukan penambahan jumlah SDM. Alasan ini terdiri dari: Faktor Rencana Strategik dan rencana operasional Faktor prediksi produk dan penjualan Faktor pembiayaan (cost) SDM Faktor pembukaan bisnis baru (pengembangan bisnis) Faktor desain Organisasi dan Desain Pekerjaan Faktor keterbukaan dan keikutsertaan manajer 2. Faktor eksternal sebagai sebab permintaan SDM Faktor eksternal adalah kondisi lingkungan bisnis yang berada diluar kendali perusahaan yang berpengaruh pada rencana strategic dan rencana operasional, sehingga langsung atau tidak langsung berpengaruh pada perencanaan SDM. Faktor eksternal tersebut pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai sebab atau alasan permintaan SDM dilingkungan sebuah organisasi/perusahaan. Sebab atau alasan terdiri dari: Faktor Ekonomi Nasional dan Internasional (Global) Faktor Sosial, Politik dan Hukum Faktor Teknologi Faktor Pasar Tenaga Kerja dan Pesaing 3. Faktor Ketenagakerjaan Faktor ini adalah kondisi tenaga kerja (SDM) yang dimiliki perusahaan sekarang dan prediksinya dimasa depan yang berpengaruh pada permintaan tenaga kerja baru. Kondisi tersebut dapat diketahui dari hasil audit SDM dan Sistem Informasi SDM (SISDM) sebagai bagian dari Sistem Informasi manajemen (SIM) sebuah organisasi/perusahaan. Beberapa dari faktor ini adalah: a. Jumlah, waktu dan kualifikasi SDM yang pensiun, yang harus dimasukan dalam prediksi kebutuhan SDM sebagai pekerjaan/jabatan kosong yang harus dicari penggantinya. Prediksi jumlah dan kualifikasi SDM yang akan berhenti/keluar dan PHK sesuai dengan Kesepakatan Kerja Bersama(KKB) atau kontrak kerja, yang harud diprediksi calon penggantinya untuk mengisi kekosongan pada waktu yang tepat, baik yang bersumber internal maupun eksternal. Prediksi yang meninggal dunia Pada akhirnya dari seluruh penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa PSDM sangat penting untuk dilakukan karena memungkinkan HRD menempatkan Staf yang tepat pada saat yang tepat. Posted by Yudhi at Wednesday, January 23, 2008 Pengertian Perencanaan Sumber Daya Manusia Berbagai pandangan mengenai definisi perencanaan sumber daya manusia seperti yang dikemukakan oleh Handoko (1997, p. 53) Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi permintaan-permintaan bisnis dan lingkungan pada organisasi di waktu yang akan datang dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi tersebut. Di mana secara lebih sempit perencanaan sumber daya manusia berarti mengestimasi secara sistematik permintaan (kebutuhan) dan suplai tenaga kerja organisasi di waktu yang akan datang. Pandangan lain mengenai definisi perencanaan sumber daya manusia dikemukakan oleh Mangkunegara ( 2003, p. 6) Perencanaan tenaga kerja dapat diartikan sebagai suatu proses menentukan kebutuhan akan tenaga kerja berdasarkan peramalan pengembangan, pengimplementasian, dan pengendalian kebutuhan tersebut yang berintegrasi dengan perencanaan organisasi agar tercipta jumlah pegawai, penempatan pegawai yang tepat dan bermanfaat secara ekonomis. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Sumber Daya Manusia Proses perencanaan sumber daya manusia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (Handoko, 1997, p. 55-57) 1. Lingkungan Eksternal Perubahan-perubahan lingkungan sulit diprediksi dalam jangka pendek dan kadang-kadang tidak mungkin diperkirakan dalam jangka panjang. a. Perkembangan ekonomi mempunyai pengaruh yang besar tetapi sulit diestimasi. Sebagai contoh tingkat inflasi, pengangguran dan tingkat bunga sering merupakan faktor penentu kondisi bisnis yang dihadapi perusahaan. b. Kondisi sosial-politik-hukum mempunyai implikasi pada perencanaan sumber daya manusia melalui berbagai peraturan di bidang personalia, perubahan sikap dan tingkah laku, dan sebagainya. c. Sedangkan perubahan-perubahan teknologi sekarang ini tidak hanya sulit diramal tetapi juga sulit dinilai. Perkembangan komputer secara dasyat merupakan contoh jelas bagaimana perubahan teknologi menimbulkan gejolak sumber daya manusia. d. Para pesaing merupakan suatu tantangan eksternal lainnya yang akan mempengaruhi permintaan sumber daya manusia organisasi. Sebagai contoh, “pembajakan” manajer akan memaksa perusahaan untuk selalu menyiapkan penggantinya melalui antisipasi dalam perencanaan sumber daya manusia. 2. Keputusan-keputusan Organisasional Berbagai keputusan pokok organisasional mempengaruhi permintaan sumber daya manusia. a. Rencana stratejik perusahaan adalah keputusan yang paling berpengaruh. Ini mengikat perusahaan dalam jangka panjang untuk mencapai sasaran-sasaran seperti tingkat pertumbuhan, produk baru, atau segmen pasar baru. Sasaran-sasaran tersebut menentukan jumlah dan kualitas karyawan yang dibutuhkan di waktu yang akan datang. b. Dalam jangka pendek, para perencana menterjemahkan rencana-rencana stratejik menjadi operasional dalam bentuk anggaran. Besarnya anggaran adalah pengaruh jangka pendek yang paling berarti pada kebutuhan sumber daya manusia. c. Forecast penjualan dan produksi meskipun tidak setepat anggaran juga menyebabkan perubahan kebutuhan personalia jangka pendek. d. Perluasan usaha berarti kebutuhan sumber daya manusia baru. e. Begitu juga, reorganisasi atau perancangan kembali pekerjaan-pekerjaan dapat secara radikal merubah kebutuhan dan memerlukan berbagai tingkat ketrampilan yang berbeda dari para karyawan di masa mendatang. 3. Faktor-faktor Persediaan Karyawan Permintaan sumber daya manusia dimodifakasi oleh kegiatan-kegiatan karyawan. Pensiun, permohonan berhenti, terminasi, dan kematian semuanya menaikkan kebutuhan personalia. Data masa lalu tentang faktor-faktor tersebut dan trend perkembangannya bisa berfungsi sebagai pedoman perencanaan yang akurat. Manfaat Perencanaan SDM Dengan perencaaan tenaga kerja diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat baik bagi perusahaan maupun bagi karyawan. Manfaat-manfaat tersebut antara lain: (Rivai, 2004, p. 48) 1. Perusahaan dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang ada dalam perusahaan secara lebih baik. Perencanaan sumber daya manusia pun perlu diawali dengan kegiatan inventarisasi tentang sumber daya manusia yang sudah terdapat dalam perusahaan. Inventarisasi tersebut antara lain meliputi: a. Jumlah karyawan yang ada b. Berbagai kualifikasinya c. Masa kerja masing-masing karyawan d. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, baik pendidikan formal maupun program pelatihan kerja yang pernah diikuti e. Bakat yang masih perlu dikembangkan f. Minat karyawan, terutama yang berkaitan dengan kegiatan di luar tugas pekerjaan Hasil inventarisasi tersebut sangat penting, bukan hanya dalam rangka pemanfaatan sumber daya manusia dalam melaksanakan tugas-tugas sekarang, akan tetapi setidaknya berhubungan dengan empat kepentingan di masa depan, yaitu: a. Promosi karyawan tertentu untuk mengisi lowongan jabatan yang lebih tinggi jika karena berbagai sebab terjadi kekosongan. b. Peningkatan kemampuan melaksanakan tugas yang sama. c. Dalam hal terjadinya alih wilayah kerja yang berarti seseorang ditugaskan ke lokasi baru tetapi sifat tugas jabatanya tidak mengalami perubahan. 2. Melalui perencanaan sumber daya manusia yang matang, efektifitas kerja juga dapat lebih ditingkatkan apabila sumber daya manusia yang ada telah sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Standard Operating Prosedure (SOP) sebagai pedoman kerja yang telah dimiliki yang meliputi: suasana kerja kondusif, perangkat kerja sesuai dengan tugas masing-masing sumber daya manusia telah tersedia, adanya jaminan keselamatan kerja, semua sistem telah berjalan dengan baik, dapat diterapkan secara baik fungsi organisasi serta penempatan sumber daya manusia telah dihitung berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. 3. Produktivitas dapat lebih ditingkatkan apabila memiliki data tentang pengetahuan, pekerjaan, pelatihan yang telah diikuti oleh sumber daya manusia. Dengan mengikutsertakan karyawan dalam berbgai pendidikan dan pelatihan, akan mendorong karyawan untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Melalui pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia yang diikuti dengan peningkatan disiplin kerja yang akan menghasilkan sesuatu secara lebih professional dalam menangani pekerjaan yang berkaitan langsung dengan kepentingan perusahaan. 4. Perencanaan sumber daya manusia berkaitan dengan penentuan kebutuhan tenaga kerja di masa depan, baik dalam arti jumlah dan kualifikasinya untuk mengisi berbagai jabatan dan menyelengarakan berbagai aktivitas baru kelak. 5. Salah satu segi manajemen sumber daya manusia yang dewasa ini dirasakan semakin penting ialah penaganan informasi ketenagakerjaan. Dengan tersedianya informasi yang cepat dan akurat semakin penting bagi perusahaan, terutama perusahaan yang memiliki sumber daya manusia yang banyak dengan cabang yang tersebar di berbagai tempat (baik dalam negeri maupun di luar negeri). Dengan adanya informasi ini akan memudahkan manajemen melakukan perencanaan sumber daya manusia (Human Resources Information) yang berbasis pada teknologi canggih merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dihindarkan di era perubahan yang serba cepat. 6. Seperti telah dimaklumi salah satu kegiatan pendahuluan dalam melakukan perencanaan termasuk perencanaan sumber daya manusia adalah penelitian. Berdasarkan bahan yang diperoleh dan penelitian yang dilakukan untuk kepentingan perencanaan sumber daya manusia, akan timbul pemahaman yang tepat tentang situasi pasar kerja dalam arti: a. Permintaan pemakai tenaga kerja atas tenaga kerja dilihat dan segi jumlah, jenis, kualifikasi dan lokasinya. b. Jumlah pencari pekerjaan beserta bidang keahlian, keterampilan, latar belakang profesi, tingkat upah atau gaji dan sebagainya. Pemahaman demikian penting karena bentuk rencana yang disusun dapat disesuaikan dengan situasi pasaran kerja tersebut. 7. Rencana sumber daya manusia merupakan dasar bagi penyusunan program kerja bagi satuan kerja yang menangani sumber daya manusuia dalam perusahaan. Salah satu aspek program kerja tersebut adalah pengadaan karyawan baru guna memperkuat tenaga kerja yang sudah ada demi peningkatan kemampuan perusahaan mencapai tujuan dan berbagai sasarannya. Tanpa perencanaan sumber daya manusia, sukar menyusun program kerja yang realistik. 8. Mengetahui pasar tenaga kerja. Pasar kerja merupakan sumber untuk mencari calon-calon sumber daya manusia yang potensial untuk diterima (recruiting) dalam perusahaan. Dengan adanya data perencanaan sumber daya manusia di samping mempermudah mencari calon yang cocok dengan kebutuhan, dapat pula digunakan untuk membantu perusahaan lain yang memerlukan sumber daya manusia. 9. Acuan dalam menyusun program pengembangan sumber daya manusia. Perencanaan sumber daya manusia dapat dijadikan sebagi salah satu sumbangan acuan, tetapi dapat pula berasal dari sumber lain. Dengan adanya data yang lengkap tentang potensi sumber daya manusia akan lebih mempermudah dalam menyusun program yang lebih matang dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat diketahui manfaat dari perencanaan sumber daya manusia dalam suatu perusahaan sebagai sesuatu yang sangat penting, demi kelancaran dan tercapainya tujuan dari perusahaan. Labels: Manajemen Sumber Daya Manusia STRATEGI PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG EFEKTIF Maret 25, 2009 — Dadan Wahidin 8 Votes M a k a l a h Disusun Oleh : H.Entang Adhy Muhtar,Drs.MS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PADJADJARAN KATA PENGANTAR Makalah ini mengangkat judul tentang “Strategi Perencanaan Sumberdaya Manusia yang efektif”. Hal ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa organisasi publik maupun bisnis saat ini dihadapkan pada suatu perubahan kondisi lingkungan yang semakin cepat . Keselarasan antara perencanaan sumber daya manusia (SDM) dapat membangun kinerja organisasi yang mampu mengadaptasi dengan perubahan tadi. Untuk merancang dan mengembangkan perencanaan sumber daya manusia yang efektif bukanlah pekerjaan yang mudah, dia membutuhkan suatu pemikiran, pertimbangan jangka pendek maupun jangka panjang. Tiga tahap perencanaan yang saling terkait, seperti strategic planning yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan organisasi dalam lingkungan persaingan. Kedua, operational planning, yang menunjukkan demand terhadap SDM, dan ketiga, human resources planning, yang digunakan untuk memprediksikualitas dan kuantitas kebutuhan sumber daya manusia dalam jangka pendek dan jangka panjang yang menggabungkan program pengembangan dan kebijaksanaan SDM. Dalam pelaksanaannya, perencanaan sumber daya manusia harus disesuaikan dengan strategi tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisikan adanya kesenjangan agar tujuan dengan kenyataan dan sekaligus menfasilitasi keefektifan organisasi dapat dicapai. Perencanaan sumber daya manusia harus diintegrasikan dengan tujuan perencanaan jangka pendek dan jangka panjang organisasi. Hal ini diperlukan agar organisasi bisa terus survive dan dapat berkembang sesuai dengan tuntutan perubahan yang sangat cepat dan dinamis . Dengan selesainya makalah ini ,kami ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan makalah ini. Semoga bermamfaat. Bandung, Pebruari 2007 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………………. i DAFTAR ISI ………………………………………………………….. ii 1. Pendahuluan ………………………………………………………… 1 2. Berbagai Pengertian dan Strategi Perencanaan SDM ……. 3 3. Manfaat Pengembangan SDM di Masa Depan …………….. 6 4. Tahapan Perencanaan SDM ………………………………………….. 8 5. Kesenjangan dalam Perencanaan Sumber daya Manusia … 9 6. Implementasi Perencanaan SDM…………………………………. 11 7. Penutup …………………………………………………………………. 14 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 16 STRATEGI PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG EFEKTIF 1. PENDAHULUAN. Sebuah organisasi dalam mewujudkan eksistensinya dalam rangka mencapai tujuan memerlukan perencanaan Sumber daya manusia yang efektif. Suatu organisasi, menurut Riva’i( 2004:35) “tanpa didukung pegawai/karyawan yang sesuai baiik segi kuantitatif,kualitatif, strategi dan operasionalnya ,maka organisasi/perusahaan itu tidak akan mampu mempertahankan keberadaannya, mengembangkan dan memajukan dimasa yang akan datang”. Oleh karena itu disini diperlukan adanya langkah-langkah manajemen guna lebih menjamin bahwa organisasi tersedia tenaga kerja yang tepat untuk menduduki berbagai jabatan, fungsi, pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan . Perencanaan sumber daya manusia (Human Resource Planning) merupakan proses manajemen dalam menentukan pergerakan sumber daya manusia organisasi dari posisi yang diinginkan di masa depan, sedangkan sumber daya manusia adalah seperangkat proses-proses dan aktivitas yang dilakukan bersama oleh manajer sumber daya manusia dan manajer lini untuk menyelesaikan masalah organisasi yang terkait dengan manusia. Tujuan dari integrasi system adalah untuk menciptakan proses prediksi demand sumber daya manusia yang muncul dari perencanaan strategik dan operasional secara kuantitatif, dibandingkandengan prediksi ketersediaan yang berasal dari program-program SDM. Oleh karena itu, perencanaan sumber daya manusia harus disesuaikan dengan strategi tertentu agar tujuan utama dalam memflitasi keefektifan organisasi dapat tercapai.. Strategi bisnis di masa yang akan datang yang dipengaruhi perubahan kondisi lingkungan menuntut manajer untuk mengembangkan program-program yang mampu menterjemahkan current issues dan mendukung rencana bisnis masa depan. Keselarasan antara bisnis dan perencanaan sumber daya manusia (SDM) dapat membangun perencanaan bisnis yang pada akhirnya menentukan kebutuhan SDM. Beberapa faktoreksternal yang mempengaruhi aktivitas bisnis dan perencanaan SDM, antara lain: globalisasi, kemajuan teknologi, pertumbuhan ekonomi dan perubahan komposisi angkatan kerja. Perubahan karakteristik angkatan kerja yang ditandai oleh berkurangnya tingkat pertumbuhan tenaga kerja, semakin meningkatnya masa kerja bagi golongan tua, dan peningkatan diversitas tenaga kerja membuktikan perlunya kebutuhan perencanaan SDM. Dengan demikian, proyeksi de3mografis terhadap angkatan kerja di masa depan akan membawa implikasi bagi pengelolaan sumber daya manusia yang efetif. Peramalan kebutuhan sumber daya manusiadi masa depan serta perencanaan pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia tersebut merupakan bagian dalam perencanaan sumber daya manusia yang meliputi pencapaian tujuan dan implementasi program-program. Dalam perkembangannya, perencanaan sumber, perencanaan sumber manusia juga meliputi pengumpulan data yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektrifan program-program yang sedang berjalan dan memberikan informasi kepada perencanaan bagi pemenuhan kebutuhan untuk revisi peramalan dan program pada saat diperlukan. Tujuan utama perencanaan adalah memfasilitasi keefektifan organisasi, yang harus diintegrasikan dengan tujuan perencanaan jangka pendek dan jangka panjang organisasi (Jackson & Schuler, 1990). Dengan demikian, perencanaan sumber daya manusia merupakan suatu proses menterjemahkan strategi bisnis menjadi kebutuhan sumber daya manusia baik kualitatif maupun kuantitatif melalui tahapan tertentu. 2. Berbagai Pengertian dan Strategi Perencanaan SDM Mondy & Noe (1995) mendefinisikan Perencanan SDM sebagai proses yang secara sistematis mengkaji keadaan sumberdaya manusia untuk memastikan bahwa jumlah dan kualitas dengan ketrampilan yang tepat, akan tersedia pada saat mereka dibutuhkan”. Kemudian Eric Vetter dalam Jackson & Schuler (1990) dan Schuler & Walker (1990) mendefinisikan Perencanaan sumber daya manusia (HR Planning) sebagai; proses manajemen dalam menentukan pergerakan sumber daya manusia organisasi dari posisinya saat ini menuju posisi yang diinginkan di masa depan. Dari konsep tersebut, perncanaan sumber daya manusia dipandang sebagai proses linear, dengan menggunakan data dan proses masa lalu (short-term) sebagai pedoman perencanaan di masa depan (long-term). Dari beberapa pengertian tadi ,maka perencanaan SDM adalah serangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sistematis dan strategis yang berkaitan dengan peramalan kebutuhan tenaga kerja/pegawai dimasa yang akan datang dalam suatu organisasi (publik,bisnis ) dengan menggunakan sumber informasi yang tepat guna penyediaan tenaga kerja dalam jumlah dan kualitas sesuai yang dibutuhkan. Adapun dalam perencanaan tersebut memerlukan suatu strategi yang didalamnya terdapat seperangkat proses-proses dan aktivitas yang dilakukan bersama oleh manajer sumber daya manusia pada setiap level manajemen untuk menyelesaikan masalah organisasi guna meningkatkan kinerja organisasi saat ini dan masa depan serta menghasilkan keunggulan bersaing berkelanjutan. Dengan demikian, tujuan perencanaan sumber daya manusia adalah memastikan bahwa orang yang tepat berada pada tempat dan waktu yang tepat,sehingga hal tersebut harus disesuaikan dengan rencana organisasi secara menyeluruh. Untuk merancang dan mengembangkan perencanaan sumber daya manusia yang efektif menurut Manzini (1996) untuk, terdapat tiga tipe perencanaan yang saling terkait dan merupakan satu kesatuan sistem perencanaan tunggal. Pertama, strategic planning yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan organisasi dalam lingkungan persaingan, Kedua, operational planning, yang menunjukkandemand terhadap SDM, dan Ketiga, human resources planning, yang digunakan untuk memprediksi kualitas dan kuantitas kebutuhan sumber daya manusia dalam jangka pendek dan jangka panjang yang menmggabungkan program pengembangan dan kebijaksanaan SDM. Perencanaan sumber daya manusia dengan perencanaan strategik perlu diintegrasikan untuk memudahkan organisasi melakukan berbagai tindakan yang diperlukan ,manakala terjadi perubahan dan tuntutan tujuan pengintegrasian perencanaan sumber daya manusia adalah untuk mengidentifikasi dan menggabubungkan faktor-faktor perencanaan yang saling terkait, sistematrik, dan konsisten. Salah satu alasan untuk mengintegrasikan perencanaan sumber daya manusia dengan perencanaan strategik dan operasional adalah untuk mengidentifikasi human resources gap antara demand dan supply, dalam rangka menciptakan proses yang memprediksi demand sumber daya manusia yang muncul dari perencanaan strategik dan operasional secara kuantitatif dibandingkan dengan prediksi ketersediaan yang berasal dari program-program SDM. Pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia organisasi di masa depan ditentukan oleh kondisi faktor lingkungan dan ketidakpastian, diserta tren pergeseran organisasi dewasa ini. Organisasi dituntut untuk semakin mengandalkan pada speed atau kecepatan, yaitu mengupayakan yang terbaik dan tercepat dalam memenuhi kebutuhan tuntutan/pasar (Schuler & Walker, 1990). 3. Manfaat Pengembangan SDM di Masa Depan Pimpinan yang secara teratur melakukan proses pengembangan strategi sumber daya manusia pada organisasinya akan memperoleh manfaat berupa distinctive capability dalam beberapa hal dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukan, seperti :Yang sifatnya strategis yakni : 1.Kemampuan mendifinisikan kesempatan maupun ancaman bagi sumber daya manusia dalam mencapai tujuan bisnis. 2.Dapat memicu pemikiran baru dalam memandang isu-isu sumber daya manusia dengan orientasi dan mendisdik patisipan serta menyajikan perluasan perspektif. 3.Menguji komitmen manajemen terhadap tindakan yang dilakukan sehingga dapat menciptakan proses bagi alokasi sumber daya program-program spesifik dan aktivitas. 4.Mengembangkan “sense of urgency” dan komitmen untuk bertindak. Kemudian yang sifatnya opersional ,perencanaan SDM dapat bermamfaat untuk : 1.Meningkatkan pendayagunaan SDM guna memberi kontribusi terbaik, 2.Menyelaraskan aktivitas SDM dengan sasaran organisasi agar setiap pegawai/tenaga kerja dapat mengotimalkan potensi dan ketrampilannya guna meningkatkan kinerja organisasi, 3.Penghematan tenaga,biaya, waktu yang diperlukan ,sehingga dapat meningkatkan efisiensi guna kesejahteraanpegawai/karyawan. (Nawawi, 1997: 143) Adapun pola yang dapat digunakan dalam penyusunan strategi sumber daya manusia organisasi di masa depan antara lain , (Schuler & Walker, 1990) : • Manajer lini menangani aktivitas sumber daya manusia (strategik dan manajerial), sementara administrasi sumber daya manusia ditangani oleh pimpinan unit teknis operasional. • Manajer lini dan Biro kepegawaian/ sumber daya manusia saling berbagi tanggung jawab dan kegiatan, dalam kontek manajer lini sebagai pemilik dan sumber daya manusia sebagai konsultan. • Departemen sumber daya manusia berperan dalam melatih manajer dalam praktik-praktik sumber daya manusia dan meningkatkan kesadaran para manajer berhubungan dengan HR concerns 4. Tahapan Perencanaan SDM Menurut Jackson dan Schuler (1990), perencanaan sumber daya manusia yang tepat membutuhkan langkah-langkah tertentu berkaitan dengan aktivitas perencanaan sumber daya manusia menuju organisasi modern. Langkahlangkah tersebut meliputi : 1.Pengumpulan dan analisis data untuk meramalkan permintaan maupun persediaan sumber daya manusia yang diekspektasikan bagi perencanaan bisnis masa depan. 2.Mengembangkan tujuan perencanaan sumber daya manusia 3.Merancang dan mengimplementasikan program-program yang dapat memudahkan organisasi untuk pencapaian tujuan perencanaan sumber daya manusia 4.Mengawasi dan mengevaluasi program-program yang berjalan. Keempat tahap tersebut dapat diimplementasikan pada pencapaian tujuan jangka pendek (kurang dari satu tahun), menengah (dua sampai tiga tahun), maupun jangka panjang (lebih dari tiga tahun). Rothwell (1995) menawarkan suatu teknik perencanaan sumber daya manusia yang meliputi tahap : (1) investigasi baik pada lingkungan eksternal, internal, organisasional: (2) forecasting atau peramalan atas ketersediaan supply dan demand sumber daya manusia saat ini dan masa depan; (3) perencanaan bagi rekrumen, pelatihan, promosi, dan lain-lain; (4) utilasi, yang ditujukan bagi manpower dan kemudian memberikan feedback bagi proses awal. Sementara itu, pendekatan yang digunakan dalam merencanakan sumber daya manusia adalah dengan actiondriven ,yang memudahkan organisasi untuk menfokuskan bagian tertentu dengan lebih akurat atau skill-need, daripada melakukan perhitungan numerik dwengan angka yang besar untuk seluruh bagian organisasi. Perencanaan sumber daya manusia umumnya dipandang sebagai ciri penting dari tipe ideal model MSDM meski pada praktiknya tidak selalu harus dijadikan prioritas utama. Perencanaan sumber daya manusia merupakan kondisi penting dari “integrasi bisnis” dan “strategik,” implikasinya menjadi tidak sama dengan “manpower planning” meski tekniknya mencakup hal yang sama. Manpower planning menggambarkan pendekatan tradisional dalam upaya forecasting apakah ada ketidaksesuaian antara supply dan demand tenaga kerja, serta merencanakan penyesuaian kebijakan yang paling tepat. Integrasi antara aspek-aspek perencanaan sumber daya manusia terhadap pengembangan bisnis sebaiknya memastikan bahwa kebutuhan perencanaan sumber daya manusia harus dilihat sebagai suatu tanggung jawab ini. 5. Kesenjangan dalam Perencanaan Sumber daya Manusia Dalam perencanaan SDM tidaklah semudah apa yang dibayangkan, kendati telah ada perhitungan dan pertimbangan berdasarkan kecenderungan dan data yang tersedia, tapi kemelencengan bisa saja terjadi. Hal ini wajar karena selain adanya dinamika organisasi juga adanya perubahan faktor lingkungan , kebijakan yang tidak diantisipasisi sebelumnya. Proses perencanaan sering tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena kebijakan perencanaan tidak dibuat secara detil, sehingga terjadi kesenjangan antara kebijakan sebelumnya dengan aspek teknis operasional secara empiris . Persoalan yang dihadapi dalam perencanaan sumber daya manusia dalam pengembangan dan implementasinya dari strategi sumber daya manusia dapat dikelompokkan ke dalam empat permasalah (Rothwell, 1995) : Pertama, perencanaan menjadi suatu problema yang dirasa tidak bermanfaat karena adanya perubahan pada lingkungan eksternal organisasi, meskipun nampak adanya peningkatan kebutuhan bagi perencanaan. Kedua, realitas dan bergesernya kaleidoskop prioritas kebijakan dan strategi yang ditentukan oleh keterlibatan interes group yang memiliki power. Ketiga, kelompok faktor-faktor yang berkaitan dengan sifat manajemen dan ketrampilan serta kemampuan manajer yang memiliki preferensi bagi adatasi pragmatik di luar konseptualisasi, dan rasa ketidakpercayaan terhadap teori atau perencanaan, yang dapat disebabkan oleh kurangnya data, kurangnya pengertian manajemen lini, dan kurangnya rencana korporasi. Keempat, pendekatan teoritik konseptual yang dilakukan dalam pengujian kematangan perencanaan sumber daya manusia sangat idealistik dan preskriptif, di sisi lain tidak memenuhi realita organisasi dan cara manajer mengatasi masalah-masalah spesifik. Permasalahan tersebut merupakan sebuah resiko yang perlu adanya antisipasi dengan menerapkan aspek fleksibilitas ,manakala terjadi kesenjangan di lapangan. Namun sedapat mungkin manajer telah menyiapkan langkah-langkah antisipasi secara cermat setiap perkembangan yang terjadi , karena pada dasarnya sebuah bangunan perencanaan SDM tidak harus dibongkar secara mendasar , jika ada kekurangan dan kelemahan ,tentu ada upaya mengatasi jalan keluar yang terbaik. Oleh karena itu diperlukan analisis terhadap perencanaan yang dibuat dengan menreapkan analisi SWOT. 6. Implementasi Perencanaan SDM Pemilihan teknik merupakan starting point dalam melaksanakan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan gaya manajeral, nilai dan budaya secara keseluruhan. Beberapa teknik perencanaan sumber daya manusia (Nursanti, 2002 : 61) dapat diimplementasikan dalam proses rekrutmen dan perencanaan karir. a. Rekrutmen Identifikasi kemungkinan ketidakcocokan antara supply dan demand serta penyesuaian melalui rekrutmen, sebelumnya dilihat sebagai alasan perencanaan manpower tradisional. Oleh karena itu diperlukan pendekatan baru yang mempertimbangkan kombinasi kompetensi karyawan melalui pengetahuan, keterampilan dan sikap dan pengalaman yang dimiliki. Perencanaan MSDM dapat dijadikan petunjuk dan memberikan wawasan masa yang akan datang bagi orang-orang yang diperlukan untuk m,enyampaikan produk-produk inovatif atau pelayanan berkualitas yang difokuskan melalui strategi bisnis dalam proses rekrutmen. b. Perencanaan Karir Hal ini membutuhkan pengertian proses-proses yang diintegrasikan pada karekteristik individual dan preferensi dengan implikasinya pada : budaya organisasi, nilai dan gaya, strategi bisnis dan panduan, struktur organisasi dan perubahan, sistem reward, penelitian dan sistem pengembangan, serat penilaian dan sistem promosi. Beberapa organisasi dewasa ini menekankan pada tanggung jawab individual bagi pengembangan karir masing-masing. Sistem mentoring formal maupun informal diperkenalkan untuk membantu pencapaian pengembangan karir. Seberapa jauh fleksibelitas dan efisiensi organisasi ditentukan oleh kebijakan pemerintah, baik fiskal maupun pasar tenaga kerja. c. Evaluasi Perencanaan SDM Perencana sumber daya manusia dapat digunakan sebagai indikator kesesuaian antara supply dan demand bagi sejumlah orang-orang yang ada dalam organisasi dengan keterampilan yang sesuai : perencanaan sumber daya manusia juga berguna sebagai “early warning” organisasi terhadap implikasi strategi bisnis bagi pengembangan sumber daya manusia dengan melakukan audit terhadap SDM. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam evaluasi perencanaan sumber daya manusia meliputi : a. Audit sederhana terhadap sasaran apaqkah memenuhi tujuan, kekosongan terisi, biaya berkurang, dan sebagainya. Sedangkan tingkat audit tergantung pada tujuan organisasi dan seberapa jauh analisis terhadap keberhasilan maupunb penyimpangan dapat dilakukan. b. Evaluasi sebagai bagian dari tinjauan prosedur organisasi lain sesuai standar penggunaan : a. Prosedur total kualitas; perlu bagi kebutu8han pengawasan dan dapat menggambarkan atensi bagi ketidakcukupan SDM b. Prosedur investasi manusia; perlu pengawasan bagi hasil pelatihan terhadap analisis kebutuhan pelatihan bagi seluruh karyawan berbasis kontinyuitas. c. Pendekatan analitis bagi utilisasi sumber daya manusia dan pengawasan hasil c. Evaluasi sebagai bagian dari audit komunikasi generalv atau survai sikap karyawan d. Dimasukkannya hal-hal berikut sebagai bagian audit yang lebih luas atau tinjauan fungsi SDM : • Nilai tambah yang diperoleh organisasi, misalnya dalam mengembangkan manusia atau pengurangan perpindahan tenaga kerja. • Dalam pemenuhan target departemen sumber daya manusia atau penetapan fungsi • Dalam pengwasan pencapaian “equal opportunity target” dalam hal gender atau ras • Sebagai bagian bentuk internal atau eksternal bench-marking komporasi dari perencanaan sumber daya manusia yang digunakan dan outcomes dalam bagian lain di organisasi yang sama e. Melakukan review atas penilaian individu. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa tujuan perencanaan sumber daya manusia adalh memastikan bahwa orang yang tepat berada pada tempat dan waktu yang tepat, sehingga hal tersebut harus disesuaikan dengan rencana organisasi secara menyeluruh. Salah satu hasil evaluasi penerapan program jangkan panjang dapat ditujukan bagi perencanaan program suksesi. 7 . Penutup. Berdasarkan uraian sebelumnya, pada bab ini penulis mengemukakan beberapa kesimpulan : 1. Perencanaan sumber daya manusia (Human Resource Planning) merupakan salah satu fungsi dalam Manajemen Sumberdaya manusia yang mengorientasi pada bagaimana menyusun langkah-langkah strategi menyiapkan sumberdaya manusia (pegawai/karyawan) dalam suatu organisasi secara tepat dalam jumlah dan kualitas yang diperlukan .Perencanaan SDM sebagai; proses manajemen dalam menentukan pergerakan sumber daya manusia organisasi dari posisinya saat ini menuju posisi yang diinginkan di masa depan dengan menggunakan data sebagai pedoman perencanaan di masa depan . 2. Perencanaan sumber daya manusia awal difokuskan pada perencanaan kebutuhan sumber daya manusia di masa depan serta cara pencapaian tujuannya dan implementasi program-program, yang kemudian berkembang, termasuk dalam hal pengumpulan data untuk mengevaluasi keefektifan program yang sedang berjalan dan memberikan informasi kepada perencana bagi pemenuhan kebutuhan untuk revisi peramalan dan program daat diperlukan. 3. Dalam pelaksanaannya, perencanaan sumber daya manusia harusdisesuaikan dengan strategi tertentu. Hal ini dimaksudkan untukmeminimalisikan adanya kesenjangan agar tujuan dengan kenyataan dan sekaligus menfasilitasi keefektifan organisasi dapat dicapai. Perencanaan sumber daya manusia harus diintegrasikan dengan tujuan perencanaan jangka pendek dan jangka panjang organisasi. Hal ini diperlukan agar organisasi bisa terus survive dan dapat berkembang sesuai dengan tuntutan perubahan yang sangat cepat dan dinamis . DAFTAR PUSTAKA Jackson, S.E., & Schuler, R.S. 1990. Human Resource Planning: Challenges for Industrial/Organization Psychologists. New York, West Publishing Company . Mondy ,R.W & Noe III,RM,1995,Human Resource Management, Massahusetts, Allyn & Bacon Nawawi, Hadari, 2001, Manajemen Sumberdaya Manusia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Nursanti, T.Desy, 2002, Strategi Teintegrasi Dalam Perencanaan SDM , dalam Usmara, A (ed), Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Amara books. Purnama, N. 2000. Membangun Keunggulan Bersaing Melalui Integrasi Perencanaan Strategik dan Perendanaan SDM. Jakarta, Usahawan, 7(29):3-8 Riva’i, Veithzal, 2004, Manajemen Sumberdaya Manusia untuk Perusahaan : dari teori ke praktek, Jakarta ,RadjaGrapindo Persada. Rothwell, S. 1995. Human Resource Planning. In J. Storey (ED). Human Resource Management: A Critical Text . London: Routledge Schuler. R.S., & Walker, J.W. 1990. Human Resource Strategy: Focusing on Issues and Actions. Organizational Dynamics, New York, West Publishing Company .

Selasa, 21 Februari 2012

perpustakaan sekolah

3. Fungsi Perpustakaan Sekolah
Perpustakaan Sekolah menurut Keputusan Menteri Pendidiknan dan Kebudayaan nomor
0103/O/1981, tanggal 11 Maret 1981, mempunyai fungsi sebagai :
a. Pusat kegiatan belajar-mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan seperti
tercantum dalam kurikulum sekolah
b. Pusat Penelitian sederhana yang memungkinkan para siswa mengembangkan
kreativitas dan imajinasinya.
c. Pusat membaca buku-buku yang bersifat rekreatif dan mengisi waktu luang (bukubuku hiburan)
Semua fungsi tersebut akan tergambar dalam koleksi pepustakaan bersangkutan.
Indikator penggunaan:
• pinjaman per anggota komunitas sekolah (dinyatakan per murid dan per tenaga pendidik )
• jumlah kunjungan perpustakaan per anggota komunitas sekolah (dinyatakan per murid dan per tenaga pendidik)
• peminjaman per butiran materi perpustakaaan (yaitu perputaran koleksi)
• pinjaman per jam buka perpustakaan (selama jam sekolah dan setelah jam sekolah berakhir)
• pertanyaan referens yang diajukan setiap anggota komunitas sekolah (dinyatakan per murid dan per tenaga pendidik)
• penggunaan komputer dan sumber informasi terpasang.
Indikator sumberdaya:
• jumlah buku yang tersedia untuk setiap anggota komunitas sekolah
• ketersediaan terminal/komputer meja untuk setiap anggota komunitas sekolah
• ketersediaan akses terpasang komputer untuk setiap anggota komunitas sekolah
Indikator sumber daya manusia:
• nisbah antara staf ekuivalen tenaga penuh-waktu dengan anggota komunitas sekolah
• nisbah antara staf ekuivalen tenaga penuh-waktu dengan penggunaan perpustakaan
Indikator kualitatif:
• survei kepuasan pengguna
• kelompok fokus (focus groups)
• kegiatan konsultasi
Indikator biaya:
• biaya per unit untuk berbagai fungsi, layanan dan kegiatan
• biaya staf per fungsi (contoh, peminjaman buku)
• jumlah biaya perpustakaan untuk setiap anggotamasyarakat sekolah
• jumlah biaya perpustakaan yang dinyatakan dalam prosentase dari jumlah anggaransekolah
• biaya media yang dinyatakan dalam prosentase jumlah anggaran sekolah
Indikator perbandingan:
• Tolok ukur data statistik dibandingkan dengan layanan perpustakaan yang relevan serta terbandingkan di sekolah lain dengan besaran dan karakteristik yang sama.
Berikut ini beberapa kriteria dari "perpustakaan sekolah yang ideal" yang dapat berfungsi sebagai sumber belajar siswa secara memadai.
1. adanya status kelembagaan yang kuat dari perpustakaan,
2. struktur oraganisasi perpustakaan jelas dan berjalan dengan baik,
3. memiliki ruangan yang memadai sesuai dengan jumlah siswa, bersih, dan penyinaranya cukup,
4. memiliki tempat baca yang memadai,
5. miliki perabot perpustakaan secara memadai,
6. partisipasi pemakainya (siswa dan guru) baik dan aktif,
7. jenis koleksinya mencerminkan komposisi yang baik antara buku teks dengan buku fiksi, yaitu 40% untuk buku teks, 30% buku-buku pengayaan, dan 30% buku fiksi serta judul buku yang dimiliki bervariasi,
8. koleksi yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan kurikulum sekolah,
9. memiliki tenaga pengelola dengan kompetensi yang memadai,
10. pengorganisasian koleksinya teratur,
11. didukung dengan teknologi informasi dan komunkasi
12. administrasi perpustakaanya tertib yang meliputi administrasi keanggotaan, administrasi inventaris buku dan perabot, peminjaman, penyusutan, penambahan buku, statistik peminjaman,
13. memiliki sarana penelusuran informasi yang baik
14. memiliki peraturan perpustakaan,
15. memiliki program pengembangan secara jelas dan terarah,
16. memiliki program keberaksaraan informasi (literasi infomasi)
17. memiliki program pengembangan minat membaca dikalangan siswa,
18. memiliki program mitra perpustakaan,
19. melakukan kegiatan promosi dan pemasyarakatan perpustakaan,
20. kegiatan perpustakaan terintegrasi dengan kurikulum dan kegiatan belajar,
21. memiliki anggaran perpustakaan secara tetap,
22. adanya kerjasama dengan sekolah lain,
23. pelayanannya menyenangkan,
24. ada jam perpustakaan sekolah yang terintegrasi dalam kurikulum.

Jumat, 27 Mei 2011

lamhot kegantengan

saya untuk pertama kali mngenal lamhot, saat dia lahir di rumah sakit adam malik medan. dia dilahirkan dengan cara cecar...!!\
otak lengkap, dia lahir dengan jari 10 dan jempol 4.sekarang lamhot sudah kuliah di Universitas Salah Urus(USU).sungguh mengenaskan

Sabtu, 27 November 2010

tugas ishak


NAMA SITUS LOKAL (DALAM NEGERI) BERBAHASA INDONESIA : http://www.kemdiknas.go.id
                                                                isi dari beranda :
favorit :
Kontak kami :
pertanyaan umum :
produk hukum :




statistik pendidikan :















  NAMA SITUS LUAR ( LUAR NEGERI/ASING) BAHASA INGGRIS : http://www.barracks.org
  ABOUT :
News :
Events :

 ACTIVITIES :

         FURTHER : http://www.barracks.org/further
      JOIN :
SPONSOR :




ARIO MAULANA PINEM
102201012
JURUSAN : D-3 PERPUSTAKAAN
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Jumat, 29 Oktober 2010

EUTHANASIA

EUTHANASIA
 Seputar Euthanasia
Berdasarkan pada cara terjadinya, ilmu pengetahuan membedakan kematian ke dalam tiga jenis, yaitu:
1.       Orthothanasia, yaitu kematian yang terjadi karena proses alamiah.
2.      Dysthanasia, yaitu kematian yang terjadi secara tidak wajar.
3.      Euthanasia, yaitu kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter.
Dalam tulisan ini, kita akan berbicara mengenai euthanasia saja. Pertama-tama perlu diklarifikasi arti kata euthanasia itu sendiri. Euthanasia bukanlah pengertian yang jelas dan baku, sebab di balik istilah yang sama ternyata ada pengertian yang berbeda. Perbedaan pengertian ini terjadi dalam perjalanan sejarah. Harus diakui bahwa terkadang terjadi perbedaan persepsi dari kalangan ahli, moralis, medis dengan pihak Gereja sendiri. Setidaknya dengan penelusuran arti euthanasia, kita semakin mampu menangkap apa itu euthanasia menurut Gereja apabila Gereja menolaknya dengan tegas. Pada bagian ini akan dibahas euthanasia dalam tiga segi yaitu arti, sejarah serta macamnya yang ditinjau dari berbagai sudut. Namun harus diperhatikan juga bahwa pembagian euthanasia dalam berbagai istilah tersebut terkadang membingungkan karena masing-masing ahli terkadang mendefinisikan jenis-jenis euthanasia dengan berbeda-beda.

2.1. Arti
Kata euthanasia terdiri dari dua kata dari bahasa Yunani eu (baik) dan thánatos (kematian). Jadi secara harafiah euthanasia berarti mati yang layak atau mati yang baik (good deathatau kematian yang lembut. Beberapa kata lain yang berdasar pada gabungan dua kata tersebut misalnya: Euthanatio: aku menjalani kematian yang layak, ataueuthanatos (kata sifat) yang berarti mati dengan mudah“, “mati dengan baik” atau “kematian yang baik”[2]. Secara etimologis, euthanasia di zaman kuno berarti kematian yang tenang tanpa penderitaan yang hebat. Dalam arti aslinya (Yunani) kata ini lebih berpusat pada cara seseorang mati yakni dengan hati yang tenang dan damai, namun bukan pada percepatan kematian.
Dewasa ini orang menilai euthanasia terarah pada campur tangan ilmu kedokteran yang meringankan penderitaan orang sakit atau orang yang berada di sakratul maut. Kadang-kadang proses “meringankan penderitaan” ini disertai dengan bahaya mengakhiri hidup sebelum waktunya. Dalam arti yang lebih sempit, euthanasia dipahami sebagai mercy killing[3], membunuh karena belas kasihan, entah untuk mengurangi penderitaan, entah terhadap anak cacat, orang sakit jiwa, atau orang sakit tak tersembuhkan. Tindakan itu dilakukan agar janganlah hidup yang dianggap tidak bahagia itu diperpanjang dan menjadi beban bagi keluarga serta masyarakat[4]. Demikian pula orang merasa lebih baik mati daripada mengalami degradasi martabatnya. Orang macam ini melihat bahwa orang yang tidak mampu lagi bergerak, menderita, tak mampu berbuat apa-apa sebagai penurunan martabatnya. Maka daripada hidup tanpa martabat, lebih baik mati dengan martabat ketika orangnya masih kuat dan masih punya kontrol penuh atas hidupnya.
Dari perjalanan waktu arti euthanasia sendiri mengalami pergeseran arti. Euthanasia yang pada awalnya berarti kematian yang baik, dewasa ini diartikan sebagai tindakan untuk mempercepat kematian. Kiranya penting memahami arti euthanasia itu sendiri sebelum dinilai secara etis maupun moral. Oleh karena itu, kiranya perlu dilihat arti euthanasia menurut Gereja.
Gereja sendiri yang dalam hal ini diwakili oleh Kongregasi Suci untuk Ajaran Iman mendefinisikan euthanasia sebagai sebuah tindakan atau tidak bertindak yang menurut hakikatnya atau dengan maksud sengaja mendatangkan kematian, untuk dengan demikian menghentikan rasa sakit. Jadi, euthanasia dilihat pada taraf intensi dan juga metode yang dipakai. Dalam bahasa Inggris dikatakan demikian“By euthanasia is understood an action or an omission which of itself or by intention causes death, in order that all suffering may in this way be eliminated. Euthanasia’s terms of reference, therefore, are to be found in the intention of the will and in the methods used[5]. Euthanasia adalah berbuat atau tidak berbuat yang dalam perbuatan itu sendiri atau dalam intensi menyebabkan kematian agar dengan cara ini semua penderitaan dapat dihilangkan). Dalam hal ini, yang harus diperhatikan adalah metode (berbuat/tidak berbuat) dan intensinya (menyebabkan kematian). Pemakaian kata euthanasia sekarang ini tidak lagi merefer pada makna aslinya.
Arti euthanasia yang diberikan oleh Kongregasi Suci pada tahun 1980 ini dikutip kembali oleh Dewan paraUskup Kanada untuk menentukan mana yang dianggap euthanasia dan mana yang bukan pada tahun 1994. Dewan para uskup Kanada itu menyebutkan bahwa sebuah suntikan yang mematikan merupakan salah satu contoh tindakan euthanasia. Orang sering menyebut injeksi yang mematikan ini sebagai euthanasia aktif[6].
Dengan demikian pengertian euthanasia dalam Gereja Katolik menyangkut tiga hal yaitu: pertama, sebuah tindakan atau tidak berbuatkedua, dengan intensi pada kematian seseorang; dan ketiga, dengan maksud mengakhiri penderitaan seseorang. Oleh karena itu, penilaian atas sebuah tindakan sebagai euthanasia atau tidak terletak pada intensi dan tindakannya. Untuk pembahasan selanjutnya, kalau kita berbicara mengenai definisi euthanasia, pengertian dalam Gereja Katoliklah yang akan kita gunakan.
Akhir-akhir ini banyak terdengar sebutan lain lagi: assisted suicide atau “bunuh diri yang dibantu dokter”[7]. Maksudnya adalah dokter membantu pasien terminal untuk membunuh dirinya jika ia memilih mengakhiri penderitaannya. Hal ini biasanya dilakukan dengan menulis resep untuk obat yang mematikan dalam dosis besar. Perbedaan dengan euthanasia adalah bahwa pasien terminal membunuh dirinya sendiri, ia tidak “dibunuh” oleh dokternya. Karena alasan itu, secara psikologis bunuh diri dengan bantuan seperti itu barangkali tidak membebani hati nurani profesi medis daripada euthanasia langsung, tetapi secara etis tidak ada banyak perbedaan. Dalam hal euthanasia maupun bunuh diri dengan bantuan, dokter adalah pelaku utama untuk akibat yang sama. Bagi pasien terminal, bunuh diri dengan bantuan mempunyai konsekuensi bahwa kemungkinannya cukup terbatas karena banyak pasien terminal tidak sanggup lagi meminum obat atau melakukan tindakan lain yang perlu untuk mengakhiri hidupnya.

2.2. Sejarah Euthanasia[8]
Sebenarnya, persoalan euthanasia bukanlah hal yang baru. Sepanjang sejarah manusia, euthanasia sudah diperdebatkan dan dipraktekkan. Sekilas, kita akan melihatnya.

2.2.1. Lingkup Budaya Yunani-Romawi Kuno
Perdebatan euthanasia dalam era ini dapat dilihat dari pandangan beberapa tokoh kuno. Posidippos, seorang pujangga yang hidup sekitar tahun 300-an sebelum Masehi, menulis, “Dari apa yang diminta manusia kepada para dewa, tiada sesuatu yang lebih baik daripada kematian yang baik (Fr. 18)”. Philo, seorang filsuf Yahudi yang hidup sekitar tahun 20 BC – 50 AD, mengatakan bahwa euthanasia adalah ‘kematian tenang dan baik’ (Philo 1, 182: de Sacrificiis Abelis et Caini 100). Suetonius, seorang ahli sejarah yang hidup sekitar tahun 70-140 Masehi memberitakan kematian Kaisar Agustus sebagai berikut: “Ia mendapat kematian yang mudah seperti yang selalu diinginkannya. Karena ia hampir selalu biasa mohon kepada dewa-dewa bagi dirinya dan bagi keluarganya ‘euthanasia’ bila mendengar bahwa seseorang dapat meninggal dengan cepat dan tanpa penderitaan. Itulah kata yang dipakainya” (Divus Augustus 99)Cicero, seorang sastrawan, hidup sekitar tahun 106 BC, memakai istilah euthanasia dalam arti ‘kematian penuh kehormatan, kemuliaan dan kelayakan’ (Surat kepada Atticus 16.7.3). Seneca, yang bunuh diri tahun 65 M malah menganjurkan, “lebih baik mati daripada sengsara merana.

2.2.2. Zaman Renaissance
Pada zaman renaissance, pandangan tentang euthanasia diutarakan oleh Thomas More dan Francis Bacon.Francis Bacon dalam Nova Atlantis, mengajukan gagasan euthanasia medica, yaitu bahwa dokter hendaknya memanfaatkan kepandaiannya bukan hanya untuk menyembuhkan, melainkan juga untuk meringankan penderitaan menjelang kematian. Ilmu kedokteran saat itu dimasuki gagasan euthanasia untuk membantu orang yang menderita waktu mau meninggal dunia. Thomas More dalam “the Best Form of Government and The New Island of Utopia” yang diterbitkan tahun 1516 menguraikan gagasan untuk mengakhiri kehidupan yang penuh sengsara secara bebas dengan cara berhenti makan atau dengan racun yang membiuskan.

2.2.3. Abad XVII-XX
David Hume (1711-1776) yang melawan argumentasi tradisional tentang menolak bunuh diri (Essays on the suicide and the immortality of the soul etc. ascribed to the late of David Hume, London 1785), rupanya mempengaruhi dan membuka jalan menuju gagasan euthanasia.
Tahun 20-30-an abad XX dianggap penting karena mempersiapkan jalan masalah euthanasia zaman nasional-sosialisme Hittler. Karl Binding (ahli hukum pidana) dan Alfred Hoche (psikiater) membenarkan euthanasia sebagai pembunuhan atas hidup yang dianggap tak pantas hidup. Gagasan ini terdapat dalam bukunya yang berjudul : Die Freigabe der Vernichtung lebnesunwerten Lebens, Leipzig 1920. Dengan demikian, terbuka jalan menuju teori dan praktek Nazi di zaman Hittler. Propaganda agar negara mengakhiri hidup yang tidak berguna (orang cacat, sakit, gila, jompo) ternyata sungguh dilaksanakan dengan sebutan Aktion T4 dengan dasar hukum Oktober 1939 yang ditandatangani Hitler.

2.2.4. Sekarang Ini
Dewasa ini, baik di negara-negara Eropa, Amerika Utara maupun Indonesia, perdebatan etis, moral, danteologis tentang euthanasia semakin marak. Persoalan legalisasi euthanasia pun menjadi tuntutan umum, bahkaneuthanasia sudah dilegalkan di Belanda dan Luxemburg. Sementara itu, praktek euthanasia sendiri pun diyakini sudah banyak dilakukan, juga di Indonesia, meskipun secara legal hal itu dilarang.

2.3. Macam-macam Euthanasia
Sebelum kita meninjau persoalan medis, etis, dan teologis, kita perlu mengerti dulu berbagai macam euthanasia. Ada berbagai macam euthanasia[9]:

2.3.1. Dari Sudut Cara/Bentuk
Dari sudut cara atau bentuk, euthanasia dapat dibedakan dalam tiga hal[10]:
a.    Euthanasia aktif, artinya mengambil keputusan untuk melaksanakan dengan tujuan menghentikan kehidupan.Tindakan ini secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien. Misalnya, melakukan injeksi dengan obat tertentu agar pasien terminal meninggal.
b.    Euthanasia pasif, artinya memutuskan untuk tidak mengambil tindakan atau tidak melakukan terapi. Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup kepada pasien. Misalnya, terapi dihentikan atau tidak dilanjutkan karena tidak ada biaya, tidak ada alat ataupun terapi tidak berguna lagi. Pokoknya menghentikan terapi yang telah dimulai dan sedang berlangsung.
c.     Auto-euthanasia, artinya seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan ia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dari penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Auto-euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas permintaan.

2.3.2. Dari Sudut Maksud (Voluntarium)
Dari sudut maksud, euthanasia dapat dibedakan:
a.    Euthanasia langsung (direct), artinya tujuan tindakan diarahkan langsung pada kematian.
b.    Euthanasia tidak langsung (indirect), artinya tujuan tindakan tidak langsung untuk kematian tetapi untuk maksud lain misalnya meringankan penderitaan.

2.3.3. Dari Sudut Otonomi Penderita
Dari sudut otonomi penderita euthanasia dapat dilihat dalam tiga jenis:
a.    Penderita sadar dan dapat menyatakan kehendak atau tak sadar dan tidak dapat menyatakan kehendak (incompetent).
b.    Penderita tidak sadar tetapi pernah menyatakan kehendak dan diwakili oleh orang lain (transmitted judgement).
c.     Penderita tidak sadar tetapi kehendaknya diduga oleh orang lain (substituted judgement).

2.3.4. Dari Sudut Motif dan Prakarsa
Dari sudut motif dan prakarsa, euthanasia dibedakan menjadi dua:
a.    Prakarsa dari penderita sendiri, artinya penderita sendiri yang meminta agar hidupnya dihentikan entah karena penyakit yang tak tersembuhkan atau karena sebab lain.
b.    Prakarsa dari pihak luar; artinya orang lain yang meminta agar seorang pasien dihentikan kehidupannya karena berbagai sebab. Pihak lain itu misalnya keluarganya dengan motivasi untuk menghentikan beban atau belas kasih. Bisa juga, prakarsa itu datang dari pemerintah karena ideologi tertentu atau kepentingan yang lain.

  Aspek Euthanasia
 Aspek Agama
Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorang pun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Pernyataan ahli-ahli agama secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya. Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalam keadaan sekarat, dapat dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan. Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segar bugar, dan tentunya sangat tidak ingin mati, dan tidak dalam penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu ini. Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan usaha medis bisa menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus ke dokter dan berobat untuk mengatasi penyakitnya, kalau memang umur mutlak di tangan Tuhan, kalau belum waktunya, tidak akan mati. Kalau seseorang berupaya mengobati penyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medis pun dapat dipermasalahkan sebagai melawan kehendak Tuhan. Dalam hal-hal seperti ini manusia sering menggunakan standar ganda. Hal-hal yang menurutnya baik, tidak perlu melihat pada hukum hukum yang ada, atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukung pendapatnya, tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocok dengan hatinya, maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya.

2.5. Cara-cara Euthanasia
Tindakan euthanasia dapat dilakukan melalui beberapa cara[12], yakni:
a.       Langsung dan sukarela: memberi jalan kematian dengan cara yang dipilih pasien. Tindakan ini dianggap sebagai bunuh diri.
b.      Sukarela tetapi tidak langsung: pasien diberitahu bahwa harapan untuk hidup kecil sekali sehingga pasien ini berusaha agar ada orang lain yang dapat mengakhiri penderitaan dan hidupnya.
c.       Langsung tetapi tidak sukarela: dilakukan tanpa sepengetahuan pasien, misalnya dengan memberikan dosis letal pada anak yang lahir cacat.
d.      Tidak langsung dan tidak sukarela: merupakan tindakan euthanasia pasif yang dianggap paling mendekati moral.

Pandangan tentang Euthanasia
3.4. Gereja Ortodoks
Gereja Ortodoks punya kebiasaan untuk mendampingi orang-orang beriman sejak kelahiran hingga hingga kematian melalui doa, upacara/ritual, sakramen, khotbah, pengajaran dan kasih, iman dan pengharapan. Kehidupan hingga kematian dipandang sebagai suatu kesatuan kehidupan manusia. Gereja Ortodoks memiliki pendirian yang sangat kuat terhadap prinsip pro-kehidupan dan anti euthanasia.

3.5. Agama Yahudi
Agama Yahudi melarang euthanasia dalam berbagai bentuk dan menggolongkannya ke dalam “pembunuhan”. Hidup seseorang bukanlah miliknya lagi melainkan milik dari Tuhan, sumber dan tujuan kehidupan. Walaupun dengan motivasi yang baik, misalnya mercy killing, euthanasia merupakan kejahatan karena melawan kewenangan Tuhan. Dasar yang dipakai adalah Kej 1:9“Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia”.

3.6. Hukum Euthanasia di Beberapa Negara
Beberapa negara sudah mengatur hukum euthanasia secara tegas. Beberapa contoh yang dapat disebutkan antara lain:
·       Belanda. Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan euthanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik euthanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya. Dalam karangan berjudul “The Slippery Slope of Dutch Euthanasia” dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan euthanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.
·       Australia. Negara bagian Australia, Northern Territory, mengizinkan euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan orang lain meski reputasi ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut “Right of the terminally ill bill” (UU tentang Hak Pasien Terminal). Undang-undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia sehingga harus ditarik kembali. Di negara bagian yang lain, euthanasia adalah tindakan ilegal dan melawan hukum.
·       Belgia. Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan euthanasia pada akhir September 2002. Para pendukung euthanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan euthanasia telah dilakukan setiap tahun sejak legalisasi tersebut. Namun mereka masih mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan euthanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan “birokrasi kematian”.
·       Amerika. Euthanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon. UU euthanasia ditetapkan pada tahun 1997 tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri dengan bantuansyarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat: usia minimal 18 tahun, kemungkinan hidup tinggal 6 bulan, harus mengajukan secara tertulis sebanyak 3 kali dan 2 kali secara lisan dengan saksi. Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam gangguan mental. Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Polling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya euthanasia.
·       Kanada. Secara tegas Kanada menolak euthanasia. Euthanasia adalah tindakan ilegal dan melawan hukum.
·       Kolumbia. Secara hukum, Kolumbia masih ambigu dalam menetapkan peraturan yang jelas. Pada tahun 1997, euthanasia diterima oleh mahkamah konstitusional tetapi belum pernah diratifikasi oleh kongres/parlemen.
·       Indonesia. Berdasarkan hukum di Indonesia, euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, melawan Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana: ”Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”, dan pasal 345, ““Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.”
·       Swiss. Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga negara Swiss ataupun orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri.
·       Luxemburg. Baru-baru ini, Luxemburg menjadi negara selanjutnya yang menyetujui tindakan euthanasia. Ketetapan ini baru diberlakukan 19 Februari 2008 yang lalu. Parlemen telah menyetujui UU yang mengatur euthanasia ini[13].
·       Inggris. Di Inggris, masih merupakan suatu tindakan melawan hukum. Kebijakan resmi dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical Association-BMA) yang secara tegas menentang euthanasia dalam bentuk apa pun.
·       Jepang. Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur tentang euthanasia. Demikian pula Pengadilan Tertinggi Jepang (supreme court of Japan) tidak pernah mengatur mengenai euthanasia tersebut. Ada 2 kasus euthanasia yang pernah terjadi di Jepang yaitu di Nagoya pada tahun 1962 yang dapat dikategorikan sebagai “euthanasia pasif” (消極的安楽死, shōkyokuteki anrakushi). Kasus yang satunya lagi terjadi setelah peristiwa insiden di Tokai University pada tahun 1995 yang dikategorikan sebagai “euthanasia aktif ” (積極的安楽死, sekkyokuteki anrakushi).
·       Republik Ceko. Di Republik Ceko euthanasia dinyatakan sebagai suatu tindakan pembunuhan berdasarkan peraturan setelah pasal mengenai euthanasia dikeluarkan dari rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sebelumnya pada rancangan tersebut, Perdana Menteri Jiri Pospíšil bermaksud untuk memasukkan euthanasia dalam rancangan KUHP tersebut sebagai suatu kejahatan dengan ancaman pidana selama 6 tahun penjara, namun Dewan Perwakilan Konstitusional dan komite hukum negara tersebut merekomendasikan agar pasal kontroversial tersebut dihapus dari rancangan tersebut.
·       India. Di India euthanasia adalah suatu perbuatan melawan hukum. Aturan mengenai larangan euthanasia terhadap dokter secara tegas dinyatakan dalam bab pertama pasal 300 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana India (Indian penal code-IPC) tahun 1860. Namun berdasarkan aturan tersebut dokter yang melakukan euthanasia hanya dinyatakan bersalah atas kelalaian yang mengakibatkan kematian dan bukannya pembunuhan yang hukumannya didasarkan pada ketentuan pasal 304 IPC, namun ini hanyalah diberlakukan terhadap kasus euthanasia sukarela di mana si pasien sendirilah yang menginginkan kematian di mana si dokter hanyalah membantu pelaksanaan euthanasia tersebut (bantuan euthanasia). Pada kasus euthanasia secara tidak sukarela (atas keinginan orang lain) ataupun euthanasia di luar kemauan pasien akan dikenakan hukuman berdasarkan pasal 92 IPC.
·       China. Di China, euthanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum. Euthanasia diketahui terjadi pertama kalinya pada tahun 1986, di mana seorang yang bernama “Wang Mingcheng” meminta seorang dokter untuk melakukan euthanasia terhadap ibunya yang sakit. Akhirnya polisi menangkap juga si dokter yang melaksanakan permintaannya, namun 6 tahun kemudian Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme People’s Court) menyatakan mereka tidak bersalah. Pada tahun 2003, Wang Mingcheng menderita penyakit kanker perut yang tidak ada kemungkinan untuk disembuhkan lagi dan ia meminta untuk dilakukannya euthanasia atas dirinya namun ditolak oleh rumah sakit yang merawatnya. Akhirnya ia meninggal dunia dalam kesakitan.

4. Masalah Euthanasia
Persoalan euthanasia bukanlah persoalan yang berdiri sendiri. Ada banyak soal di balik euthanasia yang amat mempengaruhi pilihan dan tidakan untuk melakukan atau tidak melakukan euthanasia. Masalah-masalah tersebut adalah:

4.1. Kekaburan Batas Antara Kematian – Kehidupan serta Kemajuan Iptek Kedokteran[14]
Dalam perjalanan sejarah, ada banyak perubahan untuk menentukan apakah seorang dapat dinyatakan mati atau tidak. Definisi kematian tetap sama yaitu berhentinya secara irreversible seluruh fungsi pengaturan manusia sebagai organisme secara keseluruhan baik mental maupun fisik. Namun kriteria kematian seseorang sendiri berubah seturut perkembangan ilmu pengetahuan dan kedokteran. Jaman modern mencatat bahwa kriteria kematian telah berubah dari cardiac-respiratory (berhentinya denyut jantung dan pernafasan) menjadi kriteria neurologis yaitu kematian seluruh otak yakni batang otak dan otak besar. Dalam perkembangan sejarah, kapan orang dikatakan mati merupakan masalah serius dan menimbulkan banyak perdebatan. Pada abad XVIII kekhawatiran akan nasib orang mati suri yang terlanjur dikubur dipecahkan dengan memasang sistem pembebasan dari peti mati, misalnya: tali untuk membunyikan bel. Atau orang yang baru mati dijaga kalau-kalau memberi tanda-tanda kehidupan.
Munculnya aneka macam alat kedokteran seperti stetoskop (abad XIX) membantu para dokter untuk mendengarkan denyut jantung dengan lebih jelas sehingga lebih bisa memastikan apakah seseorang sudah mati atau belum. Pada abad XX ditemukan Electrocardiogram (ECG) yang merupakan sarana teknis yang lebih cermat untuk memeriksa kegiatan jantung. Sekarang ada alat yang lebih canggih lagi, Electroencefalogram (EEG) sehingga dokter dapat memantau kegiatan elektris dalam otak, misalnya interaksi antara fungsi-fungsi otak, jantung dan paru-paru.
Permasalahan kekaburan kematian manusia tidak hanya berhenti pada cara penentuan kematian seseorang melainkan juga semakin dikaburkan dengan kemajuan teknologi kedokteran. Beberapa fungsi vital organ manusia dapat didukung oleh teknologi baru, sehingga orang yang secara klinis mati dapat “dihidupkan kembali” dengan sarana-sarana artifisial. Kesepakatan mengenai kematian seseorang akan menentukan sikap dan tindakan yang sama.
Di satu sisi, kemajuan teknologi kedokteran disambut dengan gembira, tapi di sisi lain menimbulkan kekuatiran dan ketakutan baru. Kemajuan itu adalah berkat bagi manusia untuk memulihkan kesehatan sekaligus kutuk karena usaha melanjutkan kehidupan berarti juga memperpanjang penderitaan dan ketidakpastian.

4.2. Kewajiban Memelihara hidup[15]
Permasalahan euthanasia berkait erat dengan kewajiban memelihara hidup. Misalnya saja sumpah Hipokrates mengandung dua gagasan yaitu: kesediaan menolong penderita dan menolak membantu orang untuk bunuh diri. Dua gagasan sumpah ini dimasukkan ke dalam aneka kode etik kedokteran dewasa ini. Sumpah ini membantu para tenaga medis untuk menghadapi situasi dan masalah baru karena kemungkinan “penundaan” saat kematian yang bahkan menjadi kabur dengan teknologi canggih.

4.3. Otonomi Penderita[16]
Euthanasia juga berhadapan dengan gagasan tentang otonomi manusia (penderita). Keyakinan akan martabat pribadi manusia sebagai subjek pengemban hak asasi makin meningkat, justru dalam berhadapan dengan kemungkinan-kemungkinan baru yang disediakan ilmu dan teknologi kedokteran canggih. Berkaitan dengan otonomi manusia setidaknya menyangkut dua hal yaitu: hak atas privacy dan hak untuk menolak penanganan serta hak untuk mati.
Di sini ada pergeseran arti. Semula hak untuk mati berarti hak asasi untuk menolak penanganan (basic right to refuse treatment). Namun dewasa ini hak untuk mati berarti hak untuk menolak penanganan yang menyelamatkan hidup (the right to refuse life-saving treatment). Gagasan ini timbul sehubungan dengan penolakan transfusi darah karena alasan keagamaan oleh penganut sekte Saksi Yehovah, meskipun transfusi darah termasuk sarana biasa atau proporsional dalam moral tradisional. Hak untuk menolak penanganan yang memperpanjang proses meninggal (the right to refuse death-prolonging treatment) juga berarti hak agar penanganan demikian itu dihentikan atas permintaan penderita atau keluarganya.
Hak untuk mati tumbuh dari gabungan antara hak untuk menolak penanganan yang menyelamatkan hidup berdasarkan kebebasan agama dan hak untuk menolak penanganan yang menunda kematian seseorang berdasarkan hak privacy. Perkembangan menjadi hak untuk mati dapat dipahami sejauh dalam konteks konkret menolak life-saving treatment dan menolak death-prolonging treatment atau life-support system berarti kematian.

5. Pro dan Kontra Euthanasia
Masalah euthanasia menimbulkan pro dan kontra. Ada sebagian orang yang menyetujui euthanasia ini. Sebagian pihak lain menolaknya. Dalam hal ini tampak adanya batasan karena adanya sesuatu yang mutlak berasal dari Tuhan dan batasan karena adanya hak asasi manusia. Pembicaraan mengenai euthanasia tidak akan memperoleh suatu kesatuan pendapat etis sepanjang masa. Secara sederhana, perdebatan euthanasia dapat diringkas sbb: atas nama perhormatan terhadap otonomi manusia, manusia harus mempunyai kontrol secara penuh atas hidup dan matinya sehingga seharusnya ia mempunyai kuasa untuk mengakhiri hidupnya jika ia menghendakinya demi pengakhiran penderitaan yang tidak berguna. Apakah pengakhiran hidup macam itu bisa dibenarkan?

5.1. Pro Euthanasia
Kelompok ini menyatakan bahwa tindakan euthanasia dilakukan dengan persetujuan, dengan tujuan utama menghentikan penderitaan pasien. Salah satu prinsip yang menjadi pedoman kelompk ini adalah pendapat bahwa manusia tidak boleh dipaksa untuk menderita. Jadi, tujuan utamanya adalah meringankan penderitaan pasien. Argumen yang paling sering digunakan adalah argumen atas dasar belas kasihan terhadap mereka yang menderita sakit berat dan secara medis tidak mempunyai harapan untuk pulih[17]. Argumen pokok mereka adalah pemahaman bahwa kematian menjadi jalan yang dipilih demi menghindari rasa sakit yang luar biasa dan penderitaan tanpa harapan si pasien[18]. Argumen kedua adalah perasaan hormat atau agung terhadap manusia yang ada hubungannya dengan suatu pilihan yang bebas sebagai hak asasi. Setiap orang memiliki hak asasi. Di dalamnya termasuk hak untuk hidup maupun hak untuk mati.

5.2. Kontra Euthanasia
Setiap orang menerima prinsip nilai hidup manusia. Orang-orang tidak beragama pun, yang tidak menerima argumen teologis mengenai kesucian hidup, setuju bahwa hidup manusia itu sangat berharga dan harus dilindungi. Mereka setuju bahwa membunuh orang adalah tindakan yang salah. Bagi mereka, euthanasia adalah suatu pembunuhan yang terselubung[19]. Bagi orang beragama, euthanasia merupakan tindakan immoral dan bertentangan dengan kehendak Tuhan. Mereka berpendapat bahwa hidup adalah semata-mata diberikan oleh Tuhan sendiri sehingga tidak ada seorang pun atau institusi manapun yang berhak mencabutnya, bagaimanapun keadaan penderita tersebut. Dikatakan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan tidak memiliki hak untuk mati.
Penolakan euthanasia ini berkaitan erat dengan penolakan abortus atas dasar argumen “kesucian hidup”. Karena kehidupan itu sendiri berharga, maka hidup manusia tidak pernah boleh diakhiri dalam keadaan apa pun juga. Banyak orang menolak euthanasia langsung atau aktif karena takut akan “menginjak lereng licin” (the slippery slope)[20]. Jika kita boleh membunuh orang yang sedang dalam proses meninggal dunia atau pasien koma yangirreversible maka bisa jadi kita akan memperluas pengertian dan mulai membunuh bayi yang baru lahir, mereka yang sakit jiwa, anak cacat mental, orang yang tidak produktif atau secara sosial tidak diinginkan. Begitu batas-batas untuk membunuh diperluas, tidak ada lagi orang yang aman.
Argumen yang lain adalah argumen berdasarkan ihwal mengasihi diri sendiri. Ihwal mengasihi diri sendiri secara bertanggung jawab melarang euthanasia. “Memberikan kehidupan sebagai hadiah dan korban bagi kehidupan orang lain dapat dibenarkan, sementara menyebabkan kematian secara langsung karena kesulitan pribadi tidak dibenarkan”[21]. Dasar bagi larangan tersebut adalah panggilan Allah atas manusia agar mewujudkan potensi dirinya dan mencapai kepenuhan diri. Manusia juga harus terbuka terhadap horizon makna ini, juga dalam situasi kemalangan, sakit, penderitaan, yang dapat mendorongnya untuk melakukan bunuh diri, karena kehidupan fisik manusia selalu ditopang dan dilindungi Allah yang menjamin makna hidup.
  Tinjauan Teologis
8.1. Euthanasia dalam Perspektif Kitab Suci
Hidup manusia adalah dasar segala nilai sekaligus sumber dan persyaratan yang perlu bagi semua kegiatan manusia dan juga untuk setiap hidup bersama masyarakat. Kitab Suci memandang hidup manusia itu suci karena berasal dari Allah sendiri, “Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej 2:7). Karena itu, pembunuhan orang lain tidak dibenarkan karena melawan hukum ilahi, “Jangan membunuh” (Kel 20:13). Hidup dan mati manusia berada di tangan Tuhan karena, “kita adalah milik Tuhan” (Rom 14:8; bdk. Fil 1:20). Hidup manusia itu suci karena sejak awal mula melibatkan karya penciptaan Allah dan hal ini tetap berlangsung selamanya dalam hubungan yang sangat khusus dengan Sang Pencipta yang adalah satu-satunya tujuan akhir hidup manusia. Kesucian manusia itu bukan hanya karena asal-usulnya dari Allah tetapi juga karena tujuan hidup manusia adalah kembali kepada-nya (penebusan). Karena itu, hidup manusia tidak boleh dilanggar (violated) dan dihancurkan, tetapi harus dilindungi, dijaga, dan dipertahankan.
Euthanasia dan bunuh diri merupakan penolakan terhadap kedaulatan Allah yang mutlak atas kehidupan dan kematian, seperti dinyatakan dalam doa Israel kuno, “Engkau berdaulat atas hidup dan mati; Engkau membawa kepada gerbang alam maut dan ke atas kembali” (Keb 16:13; bdk. Ayub 13:2).

8.2. Euthanasia dalam Declaration on Euthanasia
Sejak pertengahan abad ke-20, Gereja Katolik telah berjuang untuk memberikan pedoman sejelas mungkin mengenai penanganan terhadap mereka yang menderita sakit tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran moral Gereja mengenai euthanasia dan sistem penunjang hidup. Paus Pius XII, yang tak hanya menjadi saksi dan mengutuk program-program egenetika dan euthanasia Nazi, melainkan juga menjadi saksi atas dimulainya sistem-sistem modern penunjang hidup, adalah yang pertama menguraikan secara jelas masalah moral ini dan menetapkan pedoman. Pada tanggal 5 Mei 1980, Kongregasi untuk Ajaran Iman menerbitkan Declaration on Euthanasia yang menguraikan pedoman ini lebih lanjut, teristimewa mengingat semakin meningkatnya kompleksitas sistem-sistem penunjang hidup dan gencarnya promosi euthanasia sebagai sarana yang sah untuk mengakhiri hidup. Dokumen ini memandang bahwa euthanasia merupakan penyerangan langsung terhadap hidup manusia yang tidak berdosa. Dokumen ini menyatakan secara jelas:
It is necessary to state firmly once more that nothing and no one can in any way permit the killing of an innocent human being, whether a fetus or an embryo, an infant or an adult, an old person, or one suffering from an incurable disease, or a person who is dying. Furthermore, no one is permitted to ask for this act of killing, either for himself or herself or for another person entrusted to his or her care, nor can he or she consent to it, either explicitly or implicitly. Nor can any authority legitimately recommend or permit such an action. For it is a question of the violation of the divine law, an offense against the dignity of the human person, a crime against life, and an attack on humanity.[28]
Di lain pihak, euthanasia tidak langsung dalam kondisi tertentu diperbolehkan. Para Uskup Amerika Serikat mengeluarkan ajaran resmi, “Seseorang tidak wajib menggunakan baik sarana-sarana yang ‘luar biasa’ atau sarana-sarana yang ‘tidak sepadan’ untuk mempertahankan hidup, yaitu sarana-sarana yang dipahami sebagai pemberian harapan akan manfaat yang tidak masuk akal atau sebagai keterlibatan beban-beban yang terlalu berat”[29]. Penentuan apakah suatu tindakan itu “biasa” atau “sepadan” versus “luar biasa” atau “tidak sepadan” melibatkan pengukuran “jenis tindakan yang dilakukan, tingkat kompleksitas atau risiko, biaya dan kemungkinan-kemungkinan menggunakannya” berlawanan dengan “hasil yang bisa diharapkan, mengingat keadaan si orang yang sakit dan sumber-sumber fisik dan moral”[30]. Umumnya, sarana pendukung hidup menawarkan harapan penyembuhan yang masuk akal kepada para pasien tanpa biaya atau kesulitan yang berat.

8.3. Euthanasia dalam Evangelium Vitae
Ensiklik Evengelium Vitae yang dikeluarkan oleh Yohanes Paulus II pada tanggal 25 Maret 1995 juga berbicara mengenai euthanasia. Secara khusus, ensiklik ini membahas euthanasia pada artikel no 64-67. Paus Yohanes Paulus II, yang prihatin dengan semakin meningkatnya praktek euthanasia, memperingatkan kita untuk melawan “gejala yang paling mengkhawatirkan dari budaya kematian’ …. Jumlah orang-orang lanjut usia dan lemah yang meningkat dianggap sebagai beban yang mengganggu”. Euthanasia yang “mengendalikan maut dan mendatangkannya sebelum waktunya, dengan secara “halus” mengakhiri hidupnya sendiri atau hidup orang lain ….. nampak tidak masuk akal dan melawan perikemanusiaan[31]. Euthanasia merupakan “pelanggaran berat terhadap hukum Allah, karena itu berarti pembunuhan manusia yang disengaja dan dari sudut moral tidak dapat diterima”[32]. Sebagai pendasaran, teks tersebut menunjuk pada hukum kodrati, Sabda Allah, tradisi dan ajaran umum Gereja Katolik.

8.4. Euthanasia dalam Katekismus Gereja Katolik 1997
Katekismus Gereja Katolik 1997 (No 2276-2279 dan 2324) juga memberikan ikhtisar penjelasan ajaran Gereja Katolik kita tentang hal ini. Gereja Katolik menolak dengan tegas euthanasia aktif. Katekismus no 2277 memberikan penjelasan mengenai hal itu:
Whatever its motives and means, direct euthanasia consists in putting an end to the lives of handicapped, sick, or dying persons. It is morally unacceptable. Thus an act or omission which, of itself or by intention, causes death in order to eliminate suffering constitutes a murder gravely contrary to the dignity of the human person and to the respect due to the living God, his Creator. The error of judgment into which one can fall in good faith does not change the nature of this murderous act, which must always be forbidden and excluded.[33]
Euthanasia pasif, dalam arti tertentu, masih diperkenankan dengan catatan bukan kematian yang dikehendaki melainkan penghentian penanganan medis yang membebani[34]. Apa pun bentuk motivasinya, euthanasia yang dikehendaki merupakan suatu pembunuhan. Euthanasia melawan martabat pribadi manusia dan hormat terhadap Allah yang hidup, Penciptanya[35]. Dalam keadaan yang sudah sangat sekarat pun tidak dibenarkan menghentikan perawatan yang biasanya diberikan kepada orang sakit[36].

9. Beberapa Premis Penilaian Moral atas Euthanasia
Dalam menilai masalah euthanasia, perlu disadari bahwa masalah euthanasia amat kompleks. Masalah euthanasia tidak pernah berdiri sendiri tetapi selalu berkait dengan soal lain, misalnya sosial, politik dan ekonomi. Di sini, hanya disajikan premis untuk penilaian euthanasia dari segi moral kehidupan.

9.1.    Pandangan mengenai hidup
Euthanasia pada dasarnya berkaitan dengan hidup itu sendiri. Pandangan tentang hidup itu sendiri amat menentukan sikap dan pilihan atas euthanasia. Yang dibahas di sini adalah pandangan hidup secara etis dan teologis

9.1.1.  Hidup sebagai anugerah[37]
Banyak peristiwa dalam hidup kita mengatasi perhitungan dan perencanaan manusia (kemandulan, kesembuhan atau kematian di luar dugaan) dan menimbulkan keyakinan bahwa hidup itu pada akhirnya adalah anugerah. Memang manusia meneruskan atau mewariskan kehidupan, tetapi kehidupan itu sendiri tidak berasal dari padanya, melainkan dalam bahasa religius dari Tuhan sebagai pencipta dan sumber kehidupan. Dibandingkan dengan Tuhan, hidup manusia itu kontingen, dapat ada, dapat tidak ada, tetapi memang de facto ada karena diciptakan Tuhan. Deklarasi tentang euthanasia sendiri menegaskan hal ini dengan mengutip perkataan Santo Paulus”Bila kita hidup, kita hidup bagi Tuhan, bila kita mati, kita mati bagi Tuhan. Apakah kita hidup atau mati, Kita adalah milik Tuhan (Rom 14:8 bdk. Fil1:20)[38]. Manusia bukanlah pemilik mutlak dari hidupnya sendiri. manusia administrator hidup manusia yang harus mempertahankan hidup itu.
Dengan demikian, manusia tidak mempunyai hak apapun untuk mengambil atau memutuskan hidup baik hidupnya sendiri maupun hidup orang lain. Euthanasia adalah bentuk dari pembunuhan tu karena euthanasia mengambil hidup orang lain atau hidupnya sendiri (assisted suicide). Euthanasia menjadi salah satu cermin di mana manusia ingin merebut hak prerogatif dari Allah sendiri yang adalah Tuhan atas kehidupan. Hal ini ditegaskan Peschke demikian:
Euthanasia offends against the exclusive right of disposition by God the Creator over life and death of a human being; It offends against the good of the society; and it contradicts the love of self as well as the value of life as the most fundamental earthly good of man.[39]

9.1.2. Hidup sebagai nilai asasi yang sangat tinggi[40].
Dari sekian banyak nilai, kiranya jelas bahwa hidup merupakan nilai dasar. Tanpa hidup banyak nilai lainnya menjadi tidak atau kurang berarti. Karena itu, hidup juga merupakan nilai yang sangat tinggi, bahkan dalam arti tertentu juga nilai tertinggi di antara nilai-nilai dunia fana. Martabat hidup manusia tidak berubah meskipun ia berada dalam status “vegetatif” (PVS=Persistent Vegetative Status). Hidup manusia adalah dasar dari segala sesuatu. Tanpa hidup, manusia tidak punya apapun, termasuk hak-haknya. Karena itu, hidup manusia adalah hak dasar dan sumber segala kebaikan. Martabat manusia tidak berubah meskipun dia dalam keadaan koma. Ia tetap manusia yang bermartabat. Dia bukan “vegetatif”=tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu, ia tetap harus dihormati.

9.1.3. Hidup sebagai hak asasi dan nilai yang harus dilindungi[41]
Karena hidup merupakan anugerah dengan nilai asasi dan sangat tinggi, maka hidup merupakan hak asasi manusia dan karenanya juga harus dilindungi terhadap segala hal yang mengancamnya. Paus Yohanes Paulus II juga menegaskan perlindungan atas kehidupan ini:
the Church inteds not only to reaffirm the right to life–the violation of whic is an offense against the human person and against God the Creator and Father, the loving source of life – but she also intend to devote herself ever more fully to the concrete defense and promotion of this right.[42]

9.1.4. Hidup sebagai tugas[43]
Anugerah dan tugas bersifat korelatif, artinya hidup sebagai anugerah sekaligus berarti hidup mengembangkannya seutuhnya (menurut segala seginya, seperti biologis, fisik, psikis, kultural, sosial, religius, moral dan seterusnya). Dalam tugas mengembangkan kehidupan tersirat tanggung jawab dan hak untuk mempergunakan sarana-sarana yang perlu atau bermanfaat untuk memenuhi tugas itu sebaik-baiknya.

9.2. Pandangan mengenai Penderitaan dan Kematian
Selain berkaitan dengan kehidupan, euthanasia juga berurusan dengan kematian. Maka perlu diperhatikan pula pandangan tentang kematian.


9.2.1. Penderitaan sebagai beban atas anugerah hidup[44]
Hidup memang anugerah, tetapi tak jarang anugerah ini dibebani kekurangan kualitas kehidupan berupa penderitaan. Memang penderitaan juga dapat mempunyai segi positif dan nilainya, tetapi secara manusiawi penderitaan pertama-tama dirasakan sebagai beban. Menurut ajaran kristiani, rasa sakit, terutama pada waktu meninggal, dalam rencana penyelamatan Allah mendapat makna khusus. Penderitaan merupakan partisipasi dalam penderitaan Kristus dan menghubungkan dengan kurban penebusan[45]

9.2.2. Mati dan kematian sebagai keterbatasan anugerah[46]
Hidup memang anugerah, namun anugerah yang terbatas. Oleh karena itu hidup harus juga diterima dalam keterbatasannya yaitu kematian. Keterbatasan sebenarnya bukanlah keburukan, tetapi seringkali dirasakan sebagai keburukan, meskipun di lain pihak juga dapat diinginkan sebagai pembebasan. Soalnya sekarang ialah di mana batas itu, kapan saatnya tiba, sebab manusia dewasa ini makin mampu “menunda” saat kematian atau “memperpanjang hidup”.

9.2.3. Penderitaan dan kematian dalam cahaya iman[47]
Pandangan ini tidak dimaksudkan sebagai hiburan murah, melainkan memang bersumber pada kekayaan iman yang mempunyai cakrawala yang jauh lebih luas daripada penalaran akal budi tanpa data dari wahyu kristiani.Gereja Katolik harus mempertimbangkan kematian sebagai sebuah peristiwa natural. Keterbatasan obat dan kondisi manusia harus dimengerti dengan baik. Tidak ada harapan bahwa kehidupan fisik dapat dijaga dengan seluruh biaya yang ada. Kita berharap bagaimana dalam kondisi serta pemahaman yang benar, orang dapat menerima kematian dengan ikhlas.

Dalam ajaran Protestan
Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap eutanasia dan orang yang membantu pelaksanaan eutanasia.
Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya :[33]
§  Gereja Methodis (United Methodist church) dalam buku ajarannya menyatakan bahwa : " penggunaan teknologi kedokteran untuk memperpanjang kehidupan pasien terminal membutuhkan suatu keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga kapankah peralatan penyokong kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung kesempatan hidup pasien, dan kapankah batas akhir kesempatan hidup tersebut".
§  Gereja Lutheran di Amerika menggolongkan nutrisi buatan dan hidrasi sebagai suatu perawatan medis yang bukan merupakan suatu perawatan fundamental. Dalam kasus dimana perawatan medis tersebut menjadi sia-sia dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral dapat dihentikan atau dibatalkan dan membiarkan kematian terjadi.
Seorang kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi yang unik untuk melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena mereka percaya bahwa kematian tubuh adalah merupakan suatu awal perjalanan menuju ke kehidupan yang lebih baik.
Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka atas pengobatan.
Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam menanggapi masalah "bunuh diri" dan "pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) adalah dari sudut "kekudusan kehidupan" sebagai suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut.


10. Penutup
Sampai saat ini, euthanasia masih menjadi perdebatan dalam hidup umat manusia. Ada yang bersikap pro dan ada yang bersikap kontra terhadap euthanasia. Beberapa negara bahkan sudah melegalkan dan mengatur praktek euthanasia. Gereja sendiri secara tegas menolaknya dalam berbagai kesempatan. Ajaran Gereja selalu menolak pelaksanaan euthanasia. Declaration on Euthanasia (1980), Ensiklik Evengelium Vitae (1995), dan Katekismus Gereja Katolik (1997) dengan tegas menolak euthanasia. Euthanasia merupakan perlawanan terhadap martabat pribadi manusia dan hormat kepada Allah Sang Pemberi Hidup. Gereja Katolik selalu menekankan kesucian hidup manusia, penghargaan terhadap martabat pribadi manusia dan hormat kepada Allah. Euthanasia merupakan kejahatan melawan kehidupan.